Tahun ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) telah mencapai usia 78 tahun tepatnya di tanggal 05 Februari 2025 kemarin yang sejak didirikan pada 5 Februari 1947 oleh Prof. Drs. Lafran Pane Bersama kawan-kawannya di Sekolah Tinggi Islam (STI) Yogyakarta. Sebagai organisasi kemahasiswaan yang berasaskan Islam tertua di Indonesia, HMI telah melalui berbagai dinamika sejarah, baik dalam aspek perkaderan maupun keterlibatannya di bidang politik. Dalam momentum ini, tentunya HMI harus bermuhasabah secara komprehensif, artinya ini menjadi refleksi perjalanan panjang yang penting untuk mengevaluasi bagaimana HMI menjaga keseimbangan antara dua peran utamanya yakni: sebagai wadah perkaderan dan selaku aktor dalam dinamika politik nasional.
Dari komitmen Perkaderan, kita bisa melihatnya sejak awal berdirinya HMI, Himpunan memiliki tujuan utama untuk membentuk kader umat dan bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Islam serta memiliki wawasan kebangsaan. Perkaderan menjadi fungsi organisasi ini, yang bertujuan untuk mencetak kader berkualitas dan memiliki kemampuan untuk melanjutkan estafet kepemimpinan. Bahkan secara keseluruhan dalam pola perkaderan HMI juga bertujuan untuk membentuk kader yang berkarakter Insan Cita. Tidak hanya itu, Perkaderan di Himpunan ini dilambangkan sebagai jantung dan nafas organisasi, dimana berbagai jenjang training formal seperti Basic Training (LK I), Intermediate Training (LK II) hingga Advance Training (LK III) menjadi sarana penting bagi kader-kadernya untuk mengembangkan kapasitas secara spiritual, emosional dan intelektual, serta skil kepemimpinan dan komitmen sosial.
Namun, dalam perkembangannya, tantangan yang dihadapi HMI dalam aspek perkaderan semakin kompleks. Era digital dan perubahan sosial yang cepat menuntut pola kaderisasi yang adaptif dan relevan dengan kebutuhan zaman. HMI harus memastikan bahwa sistem perkaderannya tidak hanya mengakar pada nilai-nilai tradisional, tetapi juga mampu menjawab tantangan kontemporer seperti disrupsi teknologi, globalisasi dan problematika sosial-ekonomi.
Selanjutnya, untuk dinamika politik HMI dimulai sejak masa Orde Lama hingga Reformasi, Himpunan ini tidak bisa dilepaskan dari politik nasional. Banyak kader HMI yang kemudian berkiprah di berbagai bidang, termasuk menjadi akademisi, birokrat, politisi, hingga pemimpin bangsa. Keterlibatan HMI dalam politik menjadi pisau bermata dua. Artinya di satu sisi, ini membuktikan bahwa HMI berhasil mencetak kader pemimpin yang berkontribusi bagi bangsa. Namun, di sisi lain, keterlibatan politik dalam tubuh HMI yang berlebihan ini sering kali membuat para kadernya terjebak dalam pragmatisme dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Dilihat dari beberapa dekade terakhir, muncul kritik bahwa HMI lebih banyak terfragmentasi oleh kepentingan politik tertentu, dengan berujung pada melemahnya idealisme dan independensi HMI. Politik praktis seharusnya tidak menjadi tujuan utama para kader HMI, tetapi harus diposisikan sebagai alat perjuangan yang tetap berlandaskan nilai-nilai moral dan kebangsaan, sesuai dengan NDP HMI.
Maka dari itu, marilah kita menjaga keseimbangan yang merupakan jalan tengah bagi HMI, karna usia ke-78, HMI perlu merefleksikan kembali posisinya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan yang tetap terjaga sifatnya. Politik memang tidak bisa dihindari, tetapi harus ditempatkan dalam proporsi yang tepat. HMI harus lebih fokus pada pembentukan kader yang berkualitas, berintegritas, dan memiliki visi kebangsaan yang jelas.
Dalam konteks tersebut, ada beberapa Langkah kongkrit yang bisa diambil oleh HMI demi menjaga keseimbangan antara perkaderan dan politik, Diantaranya pertama dapat memperkuat perkaderan berbasis keilmuan dan teknologi, dengan cara meningkatkan kualitas kurikulum kaderisasi agar relevan dengan tantangan zaman dan memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jangkauan pendidikan kader. Kemudian yang kedua, wajib menegaskan independensi HMI, caranya semaksimal mungkin bisa menghindari keterlibatan organisasi dalam politik praktis yang mengancam idealism dan mendorong kader untuk berperan di berbagai sektor tanpa mengorbankan nilai independensinya. Terakhir, ketiga bisa mampu mendorong peran sosial dan keumatan, melalui pengembangan program-program sosial yang nyata dan berdampak bagi masyarakat, serta menjadi pelopor dalam isu-isu keumatan, seperti pemberdayaan ekonomi umat dan pendidikan.
Jadi konklusinya adalah, pada usia 78 tahun ini, HMI harus terus berbenah agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Tantangan dalam menjaga keseimbangan antara perkaderan dan politik menjadi ujian bagi eksistensi organisasi ini, yang juga harus melakukan evaluasi di dalam tubuh HMI. Dengan kembali kepada jati diri sebagai organisasi independen yang berorientasi pada pembentukan kader, karna pada hakekatnya, Himpunan Mahasiswa Islam tetap menjadi motor perubahan bagi umat dan bangsa di masa yang akan datang.
Oleh: Moh Irfandi Djumaati/Kader HMI Komisariat Persiapan PendidikanÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI