Mohon tunggu...
A.A Ketut Jelantik
A.A Ketut Jelantik Mohon Tunggu... Penulis - Pengawas Sekolah

Pernah bekerja sebagai wartawan di Kelompok Media Bali Post, menulis artikel di sejumlah media cetak baik lokal maupun Nasional, Redaktur Buletin Gita Mandala Karya Utama yang diterbitkan APSI Bali, Menulis Buku-buku Manajamen Pendidikan, Editor Jurnal APSI Bali, dan hingga saat ini masih ditugaskan sebagai Pengawas Sekolah Jenjang SMP di Kabupaten Bangli-Bali serta Fasilitator Sekolah Penggerak angkatan 3

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Akreditasi Sekolah/Madrasah Lebih Mengukur Perfomance

31 Januari 2023   18:54 Diperbarui: 31 Januari 2023   18:59 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ket. Photo: Sosialiasi tentang Akreditasi yang dilakukan dengan melibatkan stakeholder Pendidikan ( jelantik)

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah ( BAN-S/M) telah mengubah pola pelaksanaan akreditasi dari yang hanya sekedar mengukur pemenuhan  administrasi ( compliance )   ke pengukuran kinerja ( Performance ). Selain itu, BAN-SM juga melakukan perubahan fundamental terkait dengan mekanisme penetapan sekolah yang menjadi sasaran akreditasi. Ya, melalui Dashboard Monitoring. Sebuah aplikasi yang row data-nya berasal dari Dapodik, Asesmen Nasional, Survey lingkungan belajar, survey karakter, raport pendidikan serta data lain yang dikelola dan dikembangkan oleh Kemendikbud Ristek.

Sebelum diterbitkannya PP 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah melalui PP No. 4 tahun 2022 tentang Standar Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah ( BAN-S/M) adalah lembaga nonstruktural yang bersifat nirlaba dan mandiri yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Anggotanya didominasi oleh para pakar dengan berbagai latar belakang pendidikan. Namun memiliki komitmen yang sama dalam  meningkatkan kualitas pendidikan nasional. 

Perubahan paradigmatic pelaksanaan akreditasi membuktikan jika anggota  BAN-S/M menyadari perlunya sebuah terobosan baru dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/ madrasah. 

Sebuah paradigma baru yang up to date , yang mampu menjawab tantangan jaman. BAN-S/M tampaknya tak mau tertinggal dalam mengakselerasi pesatnya perkembangan jaman yang berimplikasi pada makin berkembangnya temuan baru tehnologi pendidikan, teori pendidikan, serta makin kencangnya tuntutan akan kualitas pendidikan baik dari para orang tua maupun dunia industri.

Sekedar mengingatkan sejak BAN-S/M didirikan- pelaksanaan akreditasi di sekolah bagi sebagian orang memang dianggap tidak lebih dari sebuah rutinitas , "ritual" lima tahunan. Karena dianggap "ritual" lima tahunan implikasi dari pelaksanaan akreditasi sekolah/ madrasah inipun cenderung hanya sebatas kegiatan seremonial semu dan jauh dari sebuah kegiatan untuk meningkatkan mutu dan layanan bidang pendidikan. 

Ketika sekolah didatangi tim asesor maka yang  diprioritaskan adalah bagaimana "menyambut" kedatangan assessor dengan hingar bingar kegiatan seremonial mulai dari prosesi pengalungan bunga, hingga pementasan aneka kesenian atau pertunjukan. 

Kegiatan lain yang bersifat jauh lebih substantive seperti bagaimana guru mempersiapkan, menyusun, dan mengimplementasikan perangkat pembelajaran di kelas, bagaimana Kepala sekolah merencanakan, menyusun, melaksanakan, menilai dan mengevaluasi dan menindaklanjuti kegiatan supervisi akademik dan manajerial ataupun kegiatan lain menjadi bagian yang dimarginalisasikan. Jikapun dipersiapkan hanya sebatas kumpulan portofolio yang mampu memberikan fakta yang sesungguhnya. Mungkin saja diperoleh dengan cara instant sarat manipulasi.

Kondisi serupa pun terjadi pada  para asesor. Jujur harus diakui dibalik berbagai upaya yang telah dilakukan oleh BAN-S/M untuk meningkatkan kompetensi para asesor, ternyata fakta berbicara lain. Kompetensi para asesor masih perlu ditingkatkan. Peningkatan kompetensi khususnya untuk  pendalaman terhadap sebuah isu yang membutuhkan pemahanan konsep yang lebih substantive rupanya penting untuk dilakukan. 

Pada  posisi inilah kelemahan para asesor. Pemahaman mereka tentang butir instrument dan dokumen apa yang harus dipenuhi hanya sebatas pemahaman luar, bukan pemahaman konten atau isi. Akibatnya ketika mereka ditugaskan untuk melakukan visitasi ke sekolah mereka fokus untuk "memotret" hal yang bersifat normative administrative. Hanya melihat sampul luar saja yang cenderung sifatnya kuantitatif dan rawan manipulasi.

Ada dua implikasi sebagai dampak dari fenomena tersebut. Pertama Objektivitas pelaksanaan akreditasi diragukan yang ditandai dengan munculnya ketidakpuasan terhadap hasil akhir akreditasi. Ekspektasi khalayak agar hasil akreditasi benar-benar menggambarkan kualitas sekolah belum tercapai. Sekolah atau orang lain melakukan protes, atau bahkan gugatan hukum terhadap hasil akreditasi sekolah. Kedua, stigma miring terhadap asesor secara personal. Mereka menilai asesor tidak profesional, integritasnya rendah dan gampang untuk diajak bernegosiasi.

Perubahan paradigma yang digagas oleh BAN-S/M diharapkan akan mampu mengeliminir berbagai permasalahan yang selama ini terjadi. Dengan menjadikan performance atau kinerja sebagai hasil akhir akreditasi maka pihak yang terlibat benar-benar akan menjadikan hal-hal yang substantive sebagai sebuah prioritas. Sekolah akan mempersiapkan bukti-bukti tentang bagaimana melakukan sesuatu, seberapa hasilnya serta apa tindak lanjut yang akan dan sudah dilakukan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun