umat Islam, bisa mempelajari tasir Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 233. Dalam ayat tersebut terdapat peringatan tentang pentingnya kerja sama suami istri dalam mengasuh anak.
Artinya: Seseorang tidak dibebani kecuali (menurut) kesanggupannya (dan) janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan janganlah (pula) seorang ayah (dibuat menderita) karena anaknya. Demikian juga bagi ahli waris. Jika mereka berdua hendak menyapih atas kerelaan dan musyawarah mereka berdua, maka mereka tidaklah berdosa..." (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)Tidak Dibebankan Pada Satu Pihak.
Dr. Fadihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Qiraah Mubadalah (hal. 70) menjelaskan bahwa ayat tersebut menjelaskan mengenai komitmen untuk tidak saling menyakiti dalam mengurus dan mengasuh anak. Dengan tidak membebankan tanggung jawab hanya pada salah satu pihak.
Berkorban dalam mengurus dan membesarkan anak, dalam ayat ini, juga harus memperhatikan kondisi ibu dan ayah tersebut. Dalam ayat ini, seorang ibu atau ayah tidak boleh menjadi cedera karena anak mereka karena hal itu bisa berdampak pada pola mendidik anak. Untuk itu, diperlukan perencanaan, persiapan, kecermatan, kematangan, dan kemampuan yang prima.
Pemufakatan Urusan ini juga harus melibatkan kerelaan, kebersamaan, dan permufakatan antara kedua orang tua. Kata " la turadharra", secara struktur bahasa Arab adalah redaksi kesalingan (mufa'alah) dan kerja sama (musyarakah). Artinya, di antara dua pihak hendaknya " tidak saling menyakiti". Bisa jadi antara suami dan istri, bisa juga antara anak dan orang tua.
Secara struktur bahasa juga menggunakan bentuk kesalingan (mufa'alah), yang berarti saling rela dan saling musyawarah antara suami dan istri.Â
Saling rela artinya satu sama lain hendaknya berupaya membuat pasangannya mengerti, memahami, menerima, dan merelakan. Begitu pun dirinya (kepada pasangannya) juga dituntut bisa mengerti, memahami, menerima, dan merelakan.
Sementara, saling bermusyawarah mengindikasikan masing-masing pihak, antara suami dan istri, bisa berpendapat sekaligus memberi ruang dan kesempatan agar pasangannya juga bisa berpendapat.
lalu, Dr. Faqihuddin menjelaskan bahwa ayat tersebut sarat dengan kata dan kalimat yang menegaskan perspektif kesalingan dan kerja sama antara suami dan istri, begitu juga ayah dan ibu. Ayat tersebut juga melarang kesalingan yang negatif, yaitu saling menyakiti.
Bersabar suami dinyatakan bahwa seorang suami harus senantiasa berbuat baik kepada istrinya dalam segala hal menggunakan standar kepatutan. Syariat juga memerintahkan agar seorang suami bersabar ketika melihat atau menyaksikan sesuatu yang tidak disukainya pada diri seorang istri. Allah SWT menegaskan agar suami menegur istri bukan dengan menghardik, namun dengan mauidzah hasanah, yakni petuah yang baik.
Dalam berbagai kondisi sebenarnya seorang suami dilarang membuat istri menangis karena tangisan perempuan biasanya merupakan perwujudan dari ekspresi dari rasa sakit yang ia rasakan. Larangan ini menjadi semakin kuat ketika seorang istri sedang hamil.
Lalu dengan maraknya zaman sekarang banyak yang menggunakan pengasuh anak untuk menjaga dan merawat anak, Pengasuhan anak adalah kerjasama sebuah tim, dan tim yang paling menentukan adalah tim yang berisikan ayah dan ibunya. Tidak cukup hanya mengajarkan hal baik dan menghindari yang buruk, cara mendidik anak juga membutuhkan kekompakan dan kesatuan visi dari ayah dan ibu.
Berbeda latar belakang kerap membuat perbedaan suami istri dalam gaya mengasuh anak. Walaupun terlihat sepele, ketidakkompakan ini bisa menjadi masalah antara suami dan istri.
Idealnya, cara mendidik anak dibicarakan jauh sebelum anak lahir. Pada umumnya ibu bersifat tegas, dan ayah cenderung lunak dan menuruti kemauan anak. Contohnya, ibu melarang anak untuk makan es krim karena baru sembuh dari batuk, namun ayahnya membelikan es krim tanpa menanyakannya pada istrinya terlebih dahulu. Atau, contoh lainnya, saat ibu menghukum anak karena tidak mau belajar, ayah membelikan hadiah yang mahal pada anak.
Perbedaan cara mendidik anak akan menjadi sumber anak mencari kesalahan salah satu orang tuanya dan mendapatkan apa yang ia inginkan. Anak dengan mudah memilih orang tua mana yang menjadi favoritnya, dan menjadi tidak respek pada orang tua yang lainnya. Situasi ini membuat anak mencari pembelaan dan akan memanfaatkan situasi keretakan suami-istri tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI