Mohon tunggu...
ANA JADI NURUL AINI
ANA JADI NURUL AINI Mohon Tunggu... mahasiswi

Hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kerjasama Suami Istri dalam Mendidik Anak, dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2023   08:50 Diperbarui: 16 Mei 2023   09:00 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

umat Islam, bisa mempelajari tasir Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 233. Dalam ayat tersebut terdapat peringatan tentang pentingnya kerja sama suami istri dalam mengasuh anak.

Artinya: Seseorang tidak dibebani kecuali (menurut) kesanggupannya (dan) janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan janganlah (pula) seorang ayah (dibuat menderita) karena anaknya. Demikian juga bagi ahli waris. Jika mereka berdua hendak menyapih atas kerelaan dan musyawarah mereka berdua, maka mereka tidaklah berdosa..." (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)Tidak Dibebankan Pada Satu Pihak.

Dr. Fadihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Qiraah Mubadalah (hal. 70) menjelaskan bahwa ayat tersebut menjelaskan mengenai komitmen untuk tidak saling menyakiti dalam mengurus dan mengasuh anak. Dengan tidak membebankan tanggung jawab hanya pada salah satu pihak.

Berkorban dalam mengurus dan membesarkan anak, dalam ayat ini, juga harus memperhatikan kondisi ibu dan ayah tersebut. Dalam ayat ini, seorang ibu atau ayah tidak boleh menjadi cedera karena anak mereka karena hal itu bisa berdampak pada pola mendidik anak. Untuk itu, diperlukan perencanaan, persiapan, kecermatan, kematangan, dan kemampuan yang prima.

Pemufakatan Urusan ini juga harus melibatkan kerelaan, kebersamaan, dan permufakatan antara kedua orang tua. Kata " la turadharra", secara struktur bahasa Arab adalah redaksi kesalingan (mufa'alah) dan kerja sama (musyarakah). Artinya, di antara dua pihak hendaknya " tidak saling menyakiti". Bisa jadi antara suami dan istri, bisa juga antara anak dan orang tua.

Secara struktur bahasa juga menggunakan bentuk kesalingan (mufa'alah), yang berarti saling rela dan saling musyawarah antara suami dan istri. 

Saling rela artinya satu sama lain hendaknya berupaya membuat pasangannya mengerti, memahami, menerima, dan merelakan. Begitu pun dirinya (kepada pasangannya) juga dituntut bisa mengerti, memahami, menerima, dan merelakan.

Sementara, saling bermusyawarah mengindikasikan masing-masing pihak, antara suami dan istri, bisa berpendapat sekaligus memberi ruang dan kesempatan agar pasangannya juga bisa berpendapat.

lalu, Dr. Faqihuddin menjelaskan bahwa ayat tersebut sarat dengan kata dan kalimat yang menegaskan perspektif kesalingan dan kerja sama antara suami dan istri, begitu juga ayah dan ibu. Ayat tersebut juga melarang kesalingan yang negatif, yaitu saling menyakiti.

Bersabar suami dinyatakan bahwa seorang suami harus senantiasa berbuat baik kepada istrinya dalam segala hal menggunakan standar kepatutan. Syariat juga memerintahkan agar seorang suami bersabar ketika melihat atau menyaksikan sesuatu yang tidak disukainya pada diri seorang istri. Allah SWT menegaskan agar suami menegur istri bukan dengan menghardik, namun dengan mauidzah hasanah, yakni petuah yang baik.

Dalam berbagai kondisi sebenarnya seorang suami dilarang membuat istri menangis karena tangisan perempuan biasanya merupakan perwujudan dari ekspresi dari rasa sakit yang ia rasakan. Larangan ini menjadi semakin kuat ketika seorang istri sedang hamil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun