"Jika syarat pertama atau kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum. Jika syarat ketiga atau keempat tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (voidable)''.
Pelanggaran Asas Itikad Baik Sebagai Alasan Pembatalan
Pelanggaran terhadap asas itikad baik umumnya berkaitan dengan syarat kesepakatan dan sebab yang halal. Dalam beberapa kasus, meskipun secara lahiriah tampak ada kesepakatan, namun jika ternyata dicapai dengan cara:
- Menipu (penipuan);
- Memanfaatkan keadaan yang salah satu pihak (misbruik van omstandigheden);
- Menyembunyikan informasi penting (non-disclosure); dan
- Bertindak dengan niat jahat untuk merugikan pihak lain.
Maka perjanjian tersebut cacat secara hukum, dan perjanjian dapat dianggap tidak sah atau dibatalkan.
Contoh Kasus Sebagai Yurisprudensi Mahkamah Agung
Kasus bermula Ketika Tergugat meminjam uang pada Penggugat dengan janji akan membayar bunga sebesar 10% setiap bulannya dan menyerahkan buku pembayaran dana pensiun milik Tergugat sebagai jaminan.
Pada proses Tergugat tidak mampu menunaikan kewajiban hutangnya tersebut oleh karena usaha yang dijalankan tidak berjalan sebagaimana mestinya/merugi sehiingga oleh karena itu Gugatan pun bergulir di Pengadilan Negeri tentu agar Tergugat mau membayar kewajiban hutangnnya beserta bunga sesuai dengan Perjanjian.
Pengadilan Negeri dengan kewenangnnya kemudian mengabulkan Gugatan penggugat dan menghukum Tergugat untuk membayar hutang ditambah dengan bunga sebesar 4% untuk setiap bulannya terhitung sejak perkara masuk ke Pengadilan sampai putusan berkekuatan hukum tetap. Hingga Pengadilan Tinggi pun tetap menguatkan Putusan Pengadilan Negeri semula.
Kemudian Tergugat dalam perkara ini maju ke Mahkamah Agung untuk mengajukan Kasasi dan Mahkamah Agung dalam perkara A quo mengabulkan permohonan Tergugat sebagaimana dalam pertimbangannya bahwa jika diperhatikan dalam pinjam meminjam tersebut, maka Bungan yang diperjanjikan 10% setiap bulannya adalah terlampau tinggi dan bertentangan dengan kepatutan dan keadian mengingat Tergugat merupakan seorang Purnawirawan yang tidak memiliki sumber penghasilan lain.
Kemudian ketentuan dalam perjanjian yang menentukan penyerahan buku pembayaran dana pensiun sebagai ''jaminan'', juga telah bertentangan dengan kepatutan dan keadilan sehingga dalam perkara ini Mahkamah Agung berwenang untuk menetukan ex aequo et bono yang artinya adalah patut dan adil.
Secara rinci beberapa contoh penerapan asas itikad baik dalam perundang-undangan: