Mohon tunggu...
Armin Mustamin Toputiri
Armin Mustamin Toputiri Mohon Tunggu... Politisi - pekerja politik

Menuliskan gagasan karena ada rekaman realitas yang menggayut di benak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengawasan, Hak Angket dan The Squad

30 Agustus 2019   23:52 Diperbarui: 31 Agustus 2019   00:07 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Setiba di Jakarta, saya bergegas membawa jam tangan bermerek - pemberian seorang sahabat - ke tukang service. Mendengar dialeg saya, "Bapak, asal Makassar ya?". Saya menjawab, ya iyya. "Wah, itu gimana Pak ya. Katanya gubernur sana, mau dimakzulkan oleh Anggota DPRD?". Loh, dapat informasi dari siapa Pak?. "Lihat di tivi dan baca di koran, Pak". Ya, saya juga mendengar begitu Pak. Jawab saya seadanya, tanpa perlu memperjelas diri sebagai Anggota DPRD Sulsel.

Heran juga, di Jakarta sekelas "dukun" jam tangan, pun tahu gerilya pengawasan dilakukan oleh Anggota DPRD Sulsel, melalui Hak Angket. Menyadarkan saya - kini era bebas informasi - publik semudah, juga secepatnya tahu informasi, apa diperbuat oleh orang-orang yang diberi amanah mengurus negara. Tak terkecuali, wakil rakyat dalam menunaikan fungsinya. Miriam Budiardjo menyebutkan tiga fungsi diemban legislator, (1) Legislasi, (2) Pengawasan, dan (3) Anggaran.

Di lembaga legislatif manapun, ketiga fungsi itu melekat secara utuh. Konsokuensi dimiliki atas pembagian "Trias Politica" dalam kekuasaan negara demokrasi. Baik oleh John Locke, maupun Montesquieu, membaginya; (1) Eksekutif, (2) Legislatif, serta (3) Yudikatif. Pemisahan ketiganya diharap, agar tak terjadi penumpukan dominasi kekuasaan yang absolut. Diharap, satu diantara yang lain saling kontrol "check and balance", meski ketiganya bersesama mengurusi negara.

***

Persetujuan 60 orang dari 85 Anggota DPRD Sulsel dalam Sidang Paripurna guna memanfaatkan fungsi pengawasan "Hak Angket" terhadap style kepemimpinan, serta kebijakan pemerintahan Sulsel di bawah kendali Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, tak lebih kurang sama, apa dilakukan empat perempuan tangguh di Kongres Amerika, populer disebut "The Squad", membuat Trump uring-uringan. Hal yang sama - banyak penanda - Gubernur Sulsel mengahadapi hal yang sama.

Jika The Squad dari Partai Demokrat menjadi seteru Trump dari Partai Republik, maka Nurdin di Sulsel, juga sama. Ia lantang dibela sekian partai pengusungnya. Jika Gubernur Sulsel, seringkali berkeluh melalui media massa atas Hak Angket dengan diksi sedikit sinis, tidak lebih kurang hal sama dilakukan Presiden Amerika. Menghadapi serangan The Squad, Trump membalas dengan diksi rasis. "Jika Anda tak suka kepemimpinan saya, Anda terus mengeluh, Anda boleh pergi".

Sebegitu keras sindiran ditujukan Trump kepada empat perempuan mitra kerjanya di Kongres. Keempat perempuan "The Squad" imigran itu, Alexandra Ocasio-Cortez (turunan Puerto Riko), Ayanna Pressley (Afrika), Rashida Tlaib (Palestina), dan Ilhan Omar (Somalia). Tiga di awal, lahir juga besar di Amerika, lalu Ilhan Omar lahir di Somalia, masuk Amerika kala masih belia. Mereka dipilih mewakili rakyat Amerika di dapil; New York, Michigan, Massachusetts, dan Minnesota.

***

The Squad, anggota HOR, Kongres Amerika itu, gigih memanfaatkan fungsi pengawasan dimiliki. Sebagai wakil rakyat, tugas mereka berbicara. Menyuarakan aspirasi rakyat yang diwakili, serta mengawasi roda pemerintahan. Bahkan melakukan kritik adalah bagian dari tugasnya. Jika tidak dilakukan, keberadaan mereka patut dicurigai. Atas dasar itu, The Squad melempar kritik pedas pada Trump, diantaranya soal kebijakan Trump yang berat sebelah atas konflik Israel-Palestina.

Tak hanya kebijakan Trump yang ditentang empat wanita tangguh, "The Squad" itu, tetapi juga pada banyak ujaran Trump di media massa yang dianggap melecehkan, meruntuhkan martabat warga bangsanya sendiri. Ujaran kebencian Trump, seringkali rasis. Terutama ditujukan kepada penganut agama lain, khusunya Muslim. Apalagi karena diantara empat perempuan seterunya, terpilih menjadi Anggota HOR, Kongres Amerika, Rashida Tlaib dan Ilhan Omar, adalah muslim.

Kritikan tiada henti dilancarkan keempat imigran perempuan itu, membuat Trump benar-benar berang. Bahkan ia balik mencerca The Squad, "Mereka dari negara yang pemerintahannya tidak kompoten, buruk, korup, dan membawa malapetaka bagi dunia. Mengapa mereka tak kembali saja ke negeri asalnya, memperbaiki tempat yang dipenuhi kejahatan itu". Sungguh, ini benar-benar pernyataan rasis. Ditujuakan pada "yang mulia" anggota House of Representatives (HOR).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun