Mohon tunggu...
Amril Taufik Gobel
Amril Taufik Gobel Mohon Tunggu... Insinyur - Smiling Blogger, Restless Father, Lovely Husband and George Clooney wannabe :) See my Blog: http://daengbattala.com

Amril Taufik Gobel lahir di Makassar, 9 April 1970 dan lulusan Fakultas Teknik Jurusan Mesin UNHAS Angkatan 1989. Saat mahasiswa, pernah menjabat sebagai Redaktur Pelaksana Penerbitan Kampus Identitas (1992-1993) dan pendiri sekaligus Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa Fakultas Teknik UNHAS "Channel 9" (1991-1992). Seusai diwisuda tahun 1994, ia merantau ke Jakarta. Saat ini bekerja sebagai Direktur Eksekutif PT KPM Oil & Gas, Jakarta dan berdomisili di Cikarang. Ayah 2 anak ini juga mengelola blog pribadinya di www.daengbattala.com (pernah memenangkan blog favorit kategori Bahasa Indonesia dalam Lomba Blog International yang diadakan oleh The Bobs pada tahun 2010) serta menjabat sebagai Vice President Asean Blogger Chapter Indonesia sejak 2011. Telah menghasilkan 3 buku dari aktifitasnya ngeblog dan 2 diantaranya diterbitkan secara self publishing lewat www.nulisbuku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menelisik Geliat Gerakan Reformasi Mahasiswa Unhas di Makassar 20 Tahun Silam

24 Juli 2018   22:42 Diperbarui: 24 Juli 2018   23:59 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah-kisah sepak terjang sang "aktifis dari lorong kambing" yang melakoni jabatannya sebagai Pembantu Rektor III Unhas ini, di bab-bab selanjutnya terus bergulir renyah. Yang menarik disimak adalah bagaimana Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat itu mengambil posisi sebagai mantan aktifis mahasiswa fenomenal pada zamannya yang tentunya sadar atau tidak, kerap terbawa arus romantisme masa lalu saat menangani aksi mahasiswa mendukung gerakan reformasi.

Pada saat yang sama selaku birokrat kampus yang mesti tegas serta lugas menegakkan regulasi dan aturan formal dari Pemerintah. Tentu sangat dituntut kedewasaan bersikap dan keluwesan memahami situasi kekinian dengan pendekatan kritis. Beruntung, dukungan penuh Civitas Academica dan alumni Unhas pada gerakan reformasi yang digagas mahasiswa membuat langkahnya menjadi lebih "ringan" serta mudah.

Kecerdasannya memainkan peran strategis secara lincah dan taktis dalam riuh gemuruh aksi mahasiswa menuntut reformasi, membuat posisi Amran Razak begitu menonjol. 

Seusai dilantik 10 Januari 1998, seketika ritme hidupnya berubah. Dalam salah satu narasi di buku ini, Amran menggambarkan tantangan yang bakal dihadapinya kelak yang akan bergelimang "air mata" jauh daripada kucuran "mata air kesejahteraan", belum lagi kewajiban menyediakan waktu minimal "27 jam" sehari-semalam.

Salah satu yang cukup menarik perhatian adalah tatkala Sekretaris Daerah Pemprov. Sul-Sel Hakamuddin Jamal meneleponnya untuk menangani aksi mahasiswa Unhas yang tengah berdemo di kantor Gubernur. 

Amran berhasil melakukan pendekatan persuasif yang simpatik pada rombongan mahasiswa yang menamakan dirinya AMPD (Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi). Dalam perjalanan berikutnya, komunikasi yang baik terjalin antara aktifis AMPD dan sang "aktifis dari lorong kambing" yang juga menjabat Pembantu Rektor III Unhas tersebut.


Nuansa sentimental begitu kental terasa di akhir buku ini. Setelah sibuk bersama para aktifis mahasiswa memperjuangkan reformasi yang riuh dan berpeluh , Amran menghadapi tantangan yang tak mudah: menyelesaikan studi doktoralnya. Di halaman 207, digambarkannya begitu "melankolis":

Gelisah !#?. Suatu perasaan yang bisa menimpa siapa saja ketika menghadapi 'ketidakmenentuan'. Aku paham diriku, aku bukan politisi, aku hanya seorang demonstran. Lahir di antara aras lorong dan jalan raya, membuat perlawanan sekenanya, dan menabur pikiranpikiran semrawut menata bangsa.

Usai pemilihan rektor yang memastikan Prof.Dr.Radi A. Gany masuk periode kedua, banyak pertanda aku harus bergegas melupakan romantisme gerakan reformasi dan 'merasa dekat' dengan mahasiswa.

Kini, aku hanya punya satu pilihan tersisa, menyelesaian doktorku. Aku mulai terbiasa ke Fakultas Pasca Sarjana Unhas. Aku punya kegiatan tambahan mengurus kelengkapan studi, menanti surat keputusan tim promotor dan ko-promotorku, mengambil mata kuliah penunjang disertasi, dan konsultasi judul disertasi.

Aktivitasku di gedung Pasca Sarjana Unhas seperti bertandang kepengasingan, merasa berada di tengah 'penjara akademik', melihat wajah-wajah mahasiswa dalam tekanan studi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun