Bandung, Selasa 17 Juni 2025 ---Pagi itu, ruang sidang Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Barat menjadi saksi sebuah perjalanan panjang menuju keterbukaan. Tak sekadar sidang, tapi medan tempat hak-hak masyarakat kembali ditegakkan. Dalam satu hari, tujuh sengketa informasi publik berhasil dituntaskan. Bukan rekor jumlah yang penting, tapi semangat yang menyertainya: menyalakan lentera transparansi, dan menjaga napas demokrasi tetap hidup.
Sekolah: Panggung Pendidikan, Cermin Keterbukaan
Dipimpin oleh Ketua Majelis Yadi Supriadi, didampingi Anggota Dadan Saputra dan Nuni Nurbayani, serta Panitera U Maman Suparman, KI Jabar menggelar sidang atas permohonan dari Masyarakat Transparansi Jawa Barat (Mata Jabar). Lembaga ini meminta agar tiga sekolah di Kabupaten Garut---SMAN 19, SMPN 2 Tarogong Kidul, dan SMPN 1 Samarang---membuka dokumen yang seharusnya menjadi milik publik: Rencana Kerja, RKAS/RAPBS, dan Laporan Pertanggungjawaban Dana Sumbangan Pendidikan tahun 2022 hingga 2024.
Sidang PA1 3 Register dengan Pemohon MATA Jabar (Sumber: DokBid SEKOM KI Jabar)
Mediasi pun dilakukan oleh Mediator Erwin Kustiman. Tiga sekolah negeri---SMKN 1 Tasikmalaya, SMAN 19 Garut, dan SMPN 1 Samarang---hadir dengan sikap terbuka. Dan hasilnya, kesepakatan mediasi tercapai.
SMKN 1 Tasikmalaya diwakili oleh Yusnawan Lubis, M.Pd selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum berdasarkan surat kuasa Plt. Kepala SMKN 1 Tasikmalaya, Anton Susanto, S.Pd., M.Pd
SMAN 19 Garut diwakili oleh Asep Hamdani, S.Pd., M.Pd., Wakasek Humas, menunjukkan bahwa transparansi bisa dimulai dari ketulusan hadir. SMPN 1 Samarang bahkan dihadiri langsung oleh Kepala Sekolah, Uus Hermana, sebuah contoh kepemimpinan yang tidak defensif, tapi responsif.
Ketiga sekolah sepakat memberikan informasi kepada Pemohon paling lambat 14 hari kerja sejak ditandatanganinya berita acara mediasi, dengan biaya penggandaan ditanggung oleh Pemohon. Inilah wajah pendidikan yang diharapkan: bukan hanya mengajar di kelas, tapi juga memberi teladan dalam keterbukaan.
Transparansi Desa: Pilar Demokrasi Tak Boleh Retak
Tak hanya sekolah. Pemerintahan desa sebagai garda terdepan pelayanan publik juga menjadi sorotan. Tiga perkara penting yang diajukan Pemohon Sarbat Samsudin dan Soni Sopian Hadis, melibatkan tiga desa di Kabupaten Bekasi masuk ke meja sidang KI Jabar. Dan hasilnya menunjukkan bahwa warga desa juga tahu haknya, dan tak segan menuntutnya.
Ketua Majelis Dadan Saputra, dengan anggota Erwin Kustiwan dan Nuni Nurbayani, serta didampingi Panitera Agus Suprianto menyelesaikan sengketa informasi publik di tiga desa tersebut.
Sidang PA1 dengan Pemohon Soni Sopian Hadis dan Sarban (Sumber:DokBid SEKOM KI Jabar)
Termohon ketiga, Pemerintah Desa Mutiwari, Kecamatan Cibitung, tidak hadir. Perkara ini dilanjutkan ke PA2, menandai bahwa ketidakhadiran tidak membuat proses berhenti. Hak masyarakat tetap dikawal.
Dari persidangan hari ini yang sarat hikmah, tiga suara dari Komisioner KI Jabar layak dijadikan pengingat bersama:
Dadan Saputra, Wakil Ketua KI Jabar:
"UU KIP bukan sekadar teks. Ia adalah alat kontrol. Semakin tertutup badan publik, semakin jauh kita dari keadilan."
Yadi Supriadi, Komisioner KI Jabar Bidang Hubungan Kelembagaan dan Tata Kelola KI Jabar
"Desa dan sekolah adalah garda terdepan pelayanan publik. Jika informasi dasar seperti RKAS atau data aset tak bisa diakses, bagaimana kita bicara soal partisipasi masyarakat?"
Nuni Nurbayani, Komisioner Bidang SEKOM (Sosialisasi Edukasi dan Komunikasi) KI Jabar:
"Ketika warga berani bertanya, badan publik harus siap menjawab. Ini soal demokrasi, bukan sekadar birokrasi."