Lihat ke Halaman Asli

Yudaningsih

Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Verstek dan Fait Accompli: Dua Kata yang Siap Menjerat Badan Publik Tak Transparan

Diperbarui: 14 Juni 2025   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persidangan di KI Jabar tanpa kehadiran Termohon (Sumber:DokBid SEKOM KI Jabar)

Di tengah upaya mendorong keterbukaan informasi publik, sidang Komisi Informasi menjadi panggung penting bagi terwujudnya akuntabilitas lembaga negara maupun badan publik, termasuk lembaga pendidikan. Namun, satu pertanyaan klasik yang kerap muncul di ruang-ruang diskusi maupun praktik persidangan adalah: Bagaimana jika pihak Termohon tak hadir di sidang Komisi Informasi? Apakah perkara tetap berjalan?

Artikel penulis berjudul "Kalau Termohon Tak Hadir di Sidang Komisi Informasi, Apakah Perkara Tetap Dilanjutkan?" https://www.kompasiana.com/yudaningsih/684aa2a634777c6c1a799573/kalau-termohon-tak-hadir-di-sidang-komisi-informasi-apakah-perkara-tetap-dilanjutkan baru-baru ini memantik diskusi publik yang menarik dan penting. Salah satu tanggapan yang patut disoroti datang dari Kompasioner Eko Adri Wahyudiono pada 13 Juni 2025. Ia menyampaikan pendapat yang jernih dan lugas: "Selama pemanggilan sudah prosedural, baik lisan atau tertulis, pihak tergugat dalam hal transparansi penggunaan dana BOS, sidang tetap berlanjut dengan putusan verstek. Selanjutnya, hal itu akan mengikat secara hukum."

Pernyataan ini bukan hanya menjawab pertanyaan hukum, tetapi juga mengetuk kesadaran etis para pengelola badan publik. Sebab ketidakhadiran bukan berarti kebal dari kewajiban hukum. Proses hukum tetap berjalan selama pemanggilan sudah sesuai prosedur. Putusan pun tetap dijatuhkan, bahkan dapat bersifat mengikat jika tak ada upaya keberatan secara sah setelahnya.

Namun, Kompasioner Eko juga menyoroti sisi lain yang lebih filosofis: keberanian untuk hadir di ruang sidang sebagai bentuk tanggung jawab moral. "Pihak sekolah, bila jujur apa adanya, seharusnya berani datang selama kebutuhan informasi publik," tulisnya. Sebuah pengingat bahwa kejujuran dan transparansi adalah dua hal yang tak seharusnya dipisahkan dalam tata kelola pendidikan, apalagi menyangkut dana publik seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Lebih lanjut, Kak Eko menggarisbawahi pentingnya kehati-hatian saat tuduhan mulai mengarah pada indikasi manipulasi. Ia menyebutkan bahwa dalam hal ini, pihak sekolah (terutama Penanggung Jawab BOS, yakni Kepala Sekolah) berhak menuntut balik jika tuduhan terbukti tidak berdasar. Inilah prinsip keadilan timbal balik yang juga harus dijaga dalam proses permohonan informasi. Transparansi tak berarti membuka ruang untuk pencemaran nama baik, namun semestinya menjadi ruang klarifikasi yang sehat dan berimbang.

Fait Accompli dalam Sidang Komisi Informasi

Dalam konteks hukum beracara di Komisi Informasi, ketidakhadiran pihak Termohon yang telah dipanggil secara sah dan patut dapat menyebabkan majelis komisioner menjatuhkan putusan verstek---putusan tanpa kehadiran Termohon. Pada titik ini, posisi Termohon bisa jatuh pada kondisi fait accompli.

Fait accompli, sebuah istilah dari bahasa Prancis, secara harfiah berarti "fakta yang telah terjadi". Dalam praktik hukum, ini merujuk pada situasi ketika suatu tindakan atau keputusan sudah ditetapkan dan tidak bisa diubah, sekalipun mungkin terjadi tanpa partisipasi aktif salah satu pihak.

Dalam konteks sidang Komisi Informasi, jika Termohon mengabaikan panggilan resmi dan membiarkan proses berjalan tanpa kehadirannya, maka putusan verstek menjadi bentuk fait accompli. Artinya, Termohon berada pada posisi pasif yang secara hukum menerima fakta persidangan dan keputusan yang dijatuhkan tanpa dapat membatalkannya dengan dalih ketidakhadiran, kecuali ada alasan hukum yang kuat untuk mengajukan keberatan atau upaya hukum lainnya.

Secara hakikat, fait accompli ini mengingatkan bahwa menghindar dari proses persidangan justru bisa mempersempit ruang pembelaan diri, bahkan dapat mengunci hasil persidangan sebagai kenyataan hukum yang final. Oleh karena itu, hadir di persidangan bukan hanya soal hak, tetapi juga bentuk perlindungan diri terhadap risiko ketetapan hukum yang sepihak dan mengikat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline