Lihat ke Halaman Asli

Wuri Handoko

TERVERIFIKASI

Peneliti dan Penikmat Kopi

Banjir Sudah dari Dulu, Mitigasi Mestinya Belajar dari Pengalaman Masa Lalu

Diperbarui: 5 April 2021   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Macet Karena Banjir -- Jalan-jalan di Kawasan Grogol dan Pluit di daerah Penjaringan, Jakarta Utara, macet total pada Rabu siang, 16 Januari 1985, karena tergenang air yang merendam beberapa bagian Ibukota sejak Selasa akibat hujan yang mengguyur Jakarta. (KOMPAS/JB SURATNO)

Jika saja setiap manusia itu arif dan bijaksana, tentu hidupnya akan lebih aman sentosa. Jika saja, kita bijaksana belajar dari kearifan-kearifan lokal masa lalu, bencana bisa dihindarkan.

Tapi lacur, apa mau dikata. Bumi semakin tua, dan manusia yang tinggal di atas bumi, semakin kehilangan kearifan untuk bersahabat dengan bumi. Banyak pelajaran dari masa lalu, dari kearifan-kearifan lokal tentang budaya masa lalu, yang mengajarkan pula tentang kearifan lingkungan.

Padahal sejarah purba, sudah memberikan pelajaran yang sangat berharga tentang bencana banjir. Sahabat pasti tahu, soal bencana air bah bencana banjir pada masa Nabi Nuh.

Dalam Al Qur'an maupun Al Kitab juga menceritakan kisah tentang air bah dan Bahtera Nuh. Banjir yang paling pertama kali dikenal dalam dunia ini.

Soal Air bah dan bahtera Nuh, mungkin tidak bersangkut paut dengan tata kelola lingkungan dalam mewaspadai banjir. Tetapi setidaknya ada hikmah tentang bagaimana manusia menjalankan perintah Tuhan, Sang Maha Pencipta.

Kita tahu, hanya Nuh dan pengikutnya yang selamat dari air bah, sementara yang lainnya tenggelam dalam lautan air bah. Nuh, sudah diperingatkan sebelumnya dari awal oleh Tuhan, untuk bersiap manakala air bah datang menerjang. 

Masa lampau mengajarkan banya hikmah, jika saja kita manusia sekarang bijak belajar dari pengalaman masa lalu. Setidaknya, apa yang sudah atau pernah terjadi di masa lampau. Baik yang sudah dibuktikan oleh arkeologi, maupun yang masih menjadi cerita mitos atau legenda turun temurun, bisa menjadi pengingat (reminder) atau rujukan kita yang hidupnya sekarang dalam menghadapi bencana (banjir). 

Ilustrasi Air Bah dan Bahtera Nuh. Sumber: kompas.com/skola

Studi-studi arkeologi yang mempelajari masa lampau, sebenarnya banyak mengajarkan bagaimana leluhur kita dulu menata lingkungannya. Di wilayah Kedatuan Sriwijaya dulu, misalnya, orang-orang menata dan membangun rumah panggung di atas rawa. Sebagai salah satu cara beradaptasi dengan lingkungan lahan basah, lingkungan rawa. 

Soal bencana bukanlah fenomena yang terjadi di masa sekarang saja. Jejak-jejak peradaban membuktikan bahwa berbagai bencana itu hadir seiring dengan usia bumi dan manusia hadir di jagat raya ini. Namun, manusia adalah mahluk yang berpikir, namun kadang tidak bijak dalam bertindak dan bertingkah laku. 

Mungkin faktor kebutuhan yang semakin kompleks, membuat segala cara dilakukan untuk mempertahankan hidupnya. Meski kadang berakibat fatal. Berbagai contoh kerusakan lingkungan, itu diakibatkan ulah manusia yang tidak bijak. Tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. 

Banyak contoh kasus, ulah manusia membongkar hutan yang berpohon besar dan heterogen, menjadi kelapa sawit yang homogen. padahal dengan bentang lahannya yang banyak kelerengan yang tajam. Akibatnya, begitu hujan besar melanda, tidak ada lagi penyerapan air, sehingga banjir menerjang wilayah-wilayah pemukiman dengan permukaan tanah yang lebih rendah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline