Lihat ke Halaman Asli

Viola Gaisani

24107030003

Jogja Bukan Menormalkan Pelanggar, Tapi Klakson di Sini Seperti Bentakan

Diperbarui: 9 Juni 2025   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalanan Jogja (Source: x.com/@audy_aulia_akbar) 

Kalau kamu baru pindah ke Jogja atau sekadar mampir beberapa hari, ada satu hal yang mungkin langsung kamu rasakan: suasana jalanan di sini terkesan... kalem. Bukan karena semua orang tertib lalu lintas, ya. Justru sebaliknya. Banyak yang lampu sen-nya nggak dinyalain, belok seenaknya, kadang jalan lawan arah, dan parkir sembarangan juga cukup sering ditemui.

Tapi yang bikin beda itu, suasana hatimu di jalan. Kamu jadi ikut tenang. Aneh? Mungkin. Tapi begitulah Jogja.

Klakson Itu Kayak Bentakan, Bukan Sekadar Isyarat

Di kota-kota besar, klakson jadi bahasa kedua di jalan. Orang klakson buat bilang "Awas!" atau "Minggir dong!" atau bahkan "Cepetan napa!". Tapi di Jogja, klakson itu bukan cuma bunyi, dia punya rasa. Dipencet terlalu keras atau terlalu sering, rasanya kayak kamu teriak di tengah mushola.

Bukan karena warga Jogja tidak tahu fungsinya. Tapi karena ada semacam kesadaran bersama, kalau klakson itu bukan mainan. Sekali kamu bunyiin tanpa alasan jelas, orang bisa langsung noleh dengan tatapan, "Mas, santai wae to..."

Dan jujur, rasanya sopan sekali. Karena semua orang seperti saling ngerti: kalau bisa selesaikan pelan-pelan, kenapa harus ribut?

Tapi Kan, Banyak yang Melanggar?

Betul. Jogja bukan surga tertib lalu lintas. Kadang kamu bakal lihat pengendara lawan arah di siang bolong, atau bonceng tiga di ring road. Tapi yang membedakan, bukan pelanggarannya, tapi cara orang meresponsnya. Nggak langsung disemprot, nggak asal bentak. Mungkin karena budaya lokal ngajarin untuk melihat dulu, memahami dulu, baru menegur.

Dan ini bukan berarti Jogja menoleransi kesalahan. Bukan juga menganggap pelanggaran hal sepele. Tapi ada pendekatan yang lebih... manusiawi. Ada momen saat kamu tahu yang kamu hadapi bukan sekadar pengendara, tapi mungkin orang tua yang salah jalan, atau anak muda yang panik karena baru belajar motor.

Kita jadi lebih memilih menghindar pelan-pelan, daripada memaksa mereka "sadar" dengan suara keras.

Mau Negur? Boleh, Tapi Santun

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline