MENGAPA AGAMA BUTUH SUBYEKTIVITAS
*Subyektifitas disini = hal yang bersifat pribadi seperti pengalaman pribadi,olah pikir pribadi
Semua orang di dunia tanpa kecuali memiliki panca indera dan sebab itu semua dapat bersepakat tentang kebenaran keberadaan obyek obyek yang dapat ditangkap secara indera.Semua bersepakat bagaimana bentuk bulan, matahari,sifat api atau rasa gula dlsb
Istilah "kebenaran empiris" disematkan untuk bentuk kebenaran yang dapat di verifikasi secara indera.Dan istilah "kebenaran obyektif" atau "obyektifitas" lebih sering dikaitkan dengan bentuk kebenaran yang umum-semua fihak tanpa kecuali menerimanya-Dan itu paling relevan dengan bentuk kebenaran empirik itu tadi.Sehingga umum menilai bahwa bentuk kebenaran obyektif yang paling relevan-ideal adalah kebenaran empirik karena semua orang apapun ideologi atau keyakinannya dapat menerimanya
Atau,Dalam pengertian sehari-hari, istilah obyektif biasanya dilekatkan pada bentuk kebenaran yang dapat diterima semua orang tanpa terkecuali. Dan dalam praktiknya, bentuk kebenaran yang paling sering dianggap obyektif adalah kebenaran empiris. Itulah sebabnya sains yang mengelola obyek fisik, sering dipandang sebagai model pengetahuan obyektif.
Contoh perbedaan visi misi sains fisika dengan agama ;
Sains fisika mendalami aspek fisik dari alam; mendalami hukum fisika sampai realitas kuantum,Sedang agama bicara aspek metafisiknya semisal ; Apa hakekat serta makna diciptakannya dunia,Apa tujuan diciptakannya manusia
Dari contoh tersebut saja orang berakal budi faham bagaimana rel perbedaan antara sains fisika dengan agama.Tapi orang yang kurang terampil dalam menggunakan akal budi maksa banget kalau agama harus se type dengan sains fisika; pernyataan pernyataannya mesti di verifikasi secara empiris dan mutlak mesti mengikuti standar metode empiris yg berlaku
AGAMA
Nah sekarang bicara soal agama;
Cukupkah kita bisa menangkap serta memahami agama dengan hanya berbekal dunia panca indera dan metode yang mengacu pada input indera (metode empirik) ?
Kenapa agama wahyu mensyaratkan penggunaan akal serta hati ?
Bila acuan kebenaran mesti obyektifitas, Apakah acuan obyektifitas dalam mendalami agama mesti disandarkan mutlak pada input inderawi atau prinsip akal ? Karena,obyektif menurut acuan indera dengan menurut akal budi itu 2 prinsip berbeda