Orang sering salah paham. Begitu mendengar kata FKDM, banyak yang langsung mengira sama saja dengan ormas. Sama-sama kumpulan orang, sama-sama pakai nama "forum", sama-sama ada pengurus, sama-sama di bawah kendali Kesbangpol. Tapi ternyata, keduanya sangat berbeda.
Bedanya seperti siang dan malam.
FKDM_Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat_lahir bukan dari inisiatif warga. Ia lahir dari aturan pemerintah. Ada dasar hukumnya: Permendagri Nomor 46 Tahun 2019. FKDM itu ibarat "mata dan telinga" pemerintah di tengah masyarakat. Tugasnya mendeteksi sejak dini segala kemungkinan gangguan: keamanan, konflik sosial, potensi bencana, hingga kerawanan politik.
Jadi, FKDM itu alat deteksi dini, bukan alat gerak massa.
Lain halnya dengan ormas. Ormas_Organisasi Kemasyarakatan_lahir dari warga yang berkumpul secara sukarela. Landasannya adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Mereka bisa berbadan hukum, bisa juga tidak. Tujuannya beragam: sosial, keagamaan, budaya, pendidikan, sampai advokasi. Ormas bisa turun ke jalan, menggelar kegiatan, bahkan mengadvokasi kepentingan warganya.
Cara masuknya pun beda. FKDM bukan organisasi terbuka. Anggotanya terpilih setelah melalui serangkaian uji fit & proper dalam proses seleksi ketat. Yang mengukuhkan adalah pemerintah daerah: gubernur, bupati, camat, sampai lurah. Anggota FKDM biasanya tokoh masyarakat atau warga yang dinilai punya kepekaan sosial, dan lolos serangkaian tes.
Sedangkan ormas, siapa pun boleh masuk. Cukup daftar sesuai mekanisme internal.
Soal duit? Nah, ini yang sering jadi pertanyaan.
FKDM jelas: uangnya dari APBD. Ada pos anggaran yang disiapkan pemerintah daerah. Karena itu, FKDM tidak boleh mencari dana ke masyarakat. Tidak boleh bikin proposal. Tidak boleh minta sumbangan. Kalau sampai ada FKDM yang mengedarkan proposal, itu sudah di luar jalur. Bisa dianggap pungli.
Ormas justru sebaliknya. Mereka memang boleh mencari dana. Bisa dari iuran anggota, bisa dari proposal, bisa dari donasi, bisa juga dari usaha yang halal. Bahkan pemerintah pun bisa memberikan bantuan dana kepada ormas.
Peran? FKDM itu senyap. Mereka bekerja di balik layar, mendengar, melihat, lalu melaporkan potensi ancaman. Kecuali hal-hal bersifat terbuka seperti dalam pencegahan dini DBD, pandemic suatu wabah, kebencanaan, sebagian informasi publik dapat dilaporkan terbuka ke masyarakat sekaligus sebagai EWS (Early Warning System). Adapun informasi tertutup hanya boleh dilaporkan ke stakeholder sesuai tingkatannya bertugas: lurah, camat, bupati/walikota, gubernur, mendagri, yang berfungsi untuk memberikan masukan supaya tepat dalam membuat kebijakan.
Sedangkan ormas justru bergerak di depan layar, melakukan kegiatan terbuka, mengumpulkan massa, menyuarakan aspirasi.
Jadi jangan salah. Kalau FKDM mengaku ormas, itu keliru. Kalau FKDM berperilaku seperti ormas, itu berbahaya.
FKDM harus tetap di jalurnya: jadi radar pemerintah. Bukan mesin politik. Bukan penggalang dana. Apalagi penggalang massa.