Ngerasa capek bukan karena kerjaan, tapi karena pikiran sendiri?
Bangun tidur udah anxious, buka media sosial malah makin stres, ngelihat pencapaian orang bikin insecure, dan pas tidur pikiran nggak berhenti muter kayak kipas angin rusak.
Kalau iya, selamat datang di dunia modern, tempat di mana notifikasi jadi alarm stres, dan ekspektasi orang lain terasa kayak beban di pundak. Tapi... apa iya hidup harus sesibuk dan sesakit ini?
Nah, di sinilah sebuah buku berjudul Filosofi Teras karya Henry Manampiring hadir, bukan cuma sebagai bacaan pengembangan diri biasa, tapi sebagai rem buat pikiran kita yang kebanyakan ngebut.
Filosofi Teras mengajarkan kendali diri dan ketenangan di tengah stres modern, membantu generasi muda menghadapi hidup dengan bijak dan rasional. - Tiyarman Gulo
Hidup yang Terlalu Ramai dan Pikiran yang Terlalu Bising
Coba kamu ingat satu hari aja tanpa internet, kira-kira tenang nggak?
Kita hidup di era di mana segalanya serba cepat, kerjaan, berita, bahkan opini orang. Saking cepatnya, kita sering lupa berhenti untuk napas.
Dan saat itu terjadi, emosi gampang banget naik-turun. Sedikit salah ngomong bisa bikin kita tersinggung, komentar orang bisa langsung bikin overthinking, bahkan cuaca buruk pun kadang kita anggap pertanda hidup yang salah arah.
Padahal, kata Henry Manampiring, akar dari emosi negatif itu bukan di dunia luar, tapi di cara kita memandang dunia.
Dari Depresi ke Pencerahan
Henry bukan motivator yang sok bijak. Ia seorang profesional yang pernah terjebak dalam gelapnya pikiran sendiri.
Dalam bukunya, Henry bercerita tentang masa ketika ia didiagnosis major depressive disorder, kondisi yang bikin seseorang kehilangan kendali atas emosinya sendiri.