Lihat ke Halaman Asli

Bedah Tuntas Dilema Kerja Bareng Saudara vs Orang Lain

Diperbarui: 25 Juli 2025   10:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bedah Tuntas Dilema Kerja Bareng Saudara vs Orang Lain | freepik

Rapat evaluasi kinerja pagi ini terasa aneh. Bos yang duduk di seberang meja, yang sedang mengernyitkan dahi melihat laporan penjualanmu, adalah orang yang sama yang semalam kalah telak main PlayStation denganmu. Nasihat bisnisnya terasa campur aduk dengan omelan karena kamu belum mencuci piring kotor di wastafel. Selamat datang di dunia penuh warna, tawa, sekaligus potensi bencana, bekerja dengan saudara sendiri.

Pertanyaan "lebih mending mana, kerja bareng saudara atau orang lain?" bukanlah sekadar obrolan warung kopi. Ini adalah dilema strategis yang dihadapi jutaan orang, dari yang merintis usaha rintisan di garasi rumah hingga yang digadang-gadang menjadi penerus takhta bisnis keluarga raksasa. Di satu sisi, ada janji manis berupa kepercayaan tanpa batas dan komunikasi secepat kilat. Di sisi lain, ada ancaman nyata berupa drama keluarga yang merembes ke ruang rapat dan keputusan bisnis yang dibumbui perasaan "nggak enakan".

Jadi, mari kita bedah tanpa basa-basi. Kita akan menelanjangi kedua sisi mata uang ini, melihat ke dalam kehangatan ikatan darah sekaligus menyorot dinginnya tuntutan profesionalisme. Siapkan kopimu, karena kita akan masuk ke dalam jantung perdebatan ini.

Kerja bareng saudara vs orang lain punya plus-minus. Kunci sukses bukan pada ikatan darah, tapi pada profesionalisme & batasan yang jelas sejak awal. - Tiyarman Gulo

Tim Impian atau Resep Bencana?

Bekerja dengan saudara seringkali dianggap sebagai jalan pintas menuju kesuksesan. Ada beberapa alasan kuat mengapa gagasan ini begitu menggoda dan seringkali berhasil.

  • Modal Utama Bernama Kepercayaan. Dalam bisnis, kepercayaan adalah mata uang yang paling berharga. Dengan saudara, kepercayaan itu seringkali sudah terbangun sejak kecil. Anda tidak perlu memulai dari nol untuk membangun keyakinan bahwa mereka tidak akan menikam dari belakang. Rasa aman ini memungkinkan Anda untuk fokus pada pertumbuhan bisnis, bukan mengkhawatirkan loyalitas rekan kerja.

  • Komunikasi Jalur Cepat, Tanpa Birokrasi. Lupakan email formal atau jadwal rapat yang kaku. Dengan saudara, diskusi bisnis bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, di meja makan, saat perjalanan, atau bahkan lewat meme di grup WhatsApp keluarga. Komunikasi yang informal ini bisa memangkas birokrasi dan mempercepat pengambilan keputusan secara drastis.

  • Visi dan Misi yang Sehati. Dibesarkan dalam lingkungan dan dengan nilai-nilai yang sama seringkali melahirkan visi yang sejalan. Anda dan saudara Anda mungkin memiliki pemahaman intuitif tentang tujuan akhir yang ingin dicapai, membuat penyelarasan strategi menjadi lebih mudah dan alami.

  • Loyalitas Tanpa Batas dan Komitmen Jangka Panjang. Karyawan biasa mungkin akan pergi jika mendapat tawaran yang lebih baik. Namun, saudara Anda terikat oleh sesuatu yang lebih dalam dari sekadar gaji. Ada nama baik keluarga yang dipertaruhkan dan keinginan untuk melihat "kerajaan" yang dibangun bersama ini bertahan lintas generasi. Komitmen ini seringkali bersifat jangka panjang dan lebih tangguh dalam menghadapi badai krisis.

Ketika 'Adik' Menjadi 'Anak Buah'

Namun, di balik semua kehangatan itu, tersembunyi potensi konflik yang bisa meledak lebih dahsyat dari perselisihan biasa di kantor. Ikatan darah yang menjadi kekuatan, bisa dengan cepat berubah menjadi kelemahan terbesar.

  • Kaburnya Batasan Profesional dan Personal. Inilah ibu dari segala masalah dalam bisnis keluarga. Sulit untuk menegur "adik" yang juga merangkap sebagai Manajer Pemasaran karena telat datang ke kantor. Perdebatan soal strategi bisnis bisa dengan mudah berubah menjadi ungkitan masalah pribadi masa lalu. "Kamu dari dulu memang keras kepala!" bisa menjadi kalimat yang lebih sering terdengar daripada "Data kuartal ini menunjukkan pendekatan kita kurang efektif."

  • Sulitnya Memberi Kritik dan Tetap Objektif. Rasa "tidak enakan" atau sungkan adalah musuh utama profesionalisme. Anda mungkin ragu untuk memberikan kritik yang membangun karena takut menyakiti perasaan saudara atau merusak harmoni keluarga. Akibatnya, masalah kecil yang seharusnya bisa diperbaiki sejak dini, dibiarkan menumpuk hingga menjadi bom waktu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline