Lihat ke Halaman Asli

Taufiq Agung Nugroho

TERVERIFIKASI

Asisten Peneliti

Kenali Gejala Kecemasan, Si Penipu Ulung yang Sering Kita Sepelekan

Diperbarui: 31 Juli 2025   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang yang mengalami cemas berlebihan (Sumber: Unsplash)

"Jantung sering deg-degan tanpa sebab jelas dan pikiran melayang tak karuan? Bisa jadi itu bukan sekadar gugup biasa, tapi alarm dari si cemas yang selama ini kita abaikan!"

Pernahkah merasa jantung berdebar kencang tanpa alasan jelas? Telapak tangan mendadak berkeringat dingin saat mau presentasi? Atau pikiran terus berputar-putar tak karuan memikirkan sesuatu yang bahkan belum terjadi? Ah, itu cuma gugup biasa, kata kita. Tapi, apa iya cuma segitu?

Rasa cemas, deg-degan, atau gelisah itu memang bagian dari hidup. Ibarat alarm alami tubuh, dia mengingatkan kita tentang potensi bahaya atau situasi yang butuh perhatian ekstra. Ini yang namanya kecemasan normal, respons wajar yang justru membantu kita lebih waspada dan siap menghadapi tantangan. Namun, ada kalanya alarm itu bunyi terus-menerus, bahkan saat tidak ada bahaya nyata. Nah, di sinilah garis tipis antara kecemasan biasa dan gangguan kecemasan mulai terbentuk. Sayangnya, banyak dari kita yang masih belum sadar kalau si cemas ini bisa jadi musuh dalam selimut yang perlahan-lahan merenggut ketenangan.

Memahami Spektrum Kecemasan, Bukan Cuma Perasaan Deg-degan Biasa

Bayangkan, kalau alarm kebakaran di rumah kita bunyi terus-menerus padahal tidak ada api, apa tidak bikin pusing? Begitulah kira-kira gambaran gangguan kecemasan. Mengacu pada Alodokter, kecemasan normal itu respons adaptif tubuh terhadap stres atau ancaman. Misalnya, cemas saat mau ujian, itu normal. Tapi kalau rasa cemas itu muncul berlebihan, tidak proporsional dengan pemicunya, dan terus-menerus menetap sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, ini yang patut jadi perhatian.

Lalu, ada berapa jenis si cemas ini? Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), kecemasan tidak cuma satu rupa. Ada beberapa jenis gangguan kecemasan yang umum, seperti:

  • Gangguan kecemasan umum (GAD): Ini semacam paket komplit kekhawatiran yang berlebihan dan tidak terkontrol terhadap berbagai hal, dari urusan pekerjaan sampai masalah kecil sehari-hari. Rasa cemas ini bisa muncul hampir setiap hari dan berlangsung lama, minimal enam bulan.
  • Gangguan panik: Nah, kalau yang ini sensasinya seperti tiba-tiba diserang rasa takut intens yang melumpuhkan, diikuti gejala fisik macam jantung berdebar sangat kencang, sesak napas, nyeri dada, bahkan sampai merasa mau meninggal. Serangannya mendadak dan bisa berulang.
  • Fobia sosial (gangguan kecemasan sosial): Ini kecemasan yang muncul saat seseorang harus berinteraksi di situasi sosial. Takut dihakimi, dipermalukan, atau jadi pusat perhatian.
  • Fobia spesifik: Rasa takut yang sangat berlebihan dan tidak rasional terhadap objek atau situasi tertentu, misalnya takut ketinggian, takut laba-laba, atau takut terbang.

Jadi, jelas ya, kecemasan ini bukan melulu soal pikiran. Kecemasan bisa bermanifestasi dalam gejala fisik (seperti ketegangan otot, sakit kepala, gemetar), emosional (mudah tersinggung, sulit konsentrasi), dan perilaku (menghindari situasi tertentu). Otak dan badan kita itu terhubung erat.

Baca juga: Kesehatan Mental Gen Z dan Milenial, Suka Baperan atau Memang Sudah Gawat Darurat?

Dampak Diam-diam Kecemasan yang Mengancam

Kalau kecemasan ini dibiarkan saja tanpa penanganan, dampaknya bisa merembet ke mana-mana. Kita mungkin jadi sulit tidur nyenyak, padahal tidur itu penting sekali untuk fungsi otak dan mood. Fokus di kantor atau sekolah bisa buyar, produktivitas menurun drastis. Hubungan dengan keluarga atau teman juga bisa terganggu karena kita jadi lebih mudah marah atau menarik diri. Misalnya, tiba-tiba malas membalas pesan teman atau marah tanpa sebab jelas saat diajak ngobrol.

Bahkan, kecemasan ini punya kemiripan gejala dengan kondisi lain seperti depresi. Ada tumpang tindih antara gejala depresi dan gangguan kecemasan, seperti sulit tidur, mudah lelah, dan kesulitan konsentrasi. Ini membuktikan bahwa masalah kesehatan mental seringkali tidak berdiri sendiri dan bisa saling memengaruhi. Jadi, meremehkan kecemasan sama saja dengan membuka pintu bagi masalah kesehatan mental lain yang lebih serius di kemudian hari.

Resep Anti-Cemas, Kombo Solusi dari Profesional Sampai Self-Healing

Kabar baiknya, kecemasan ini bukan tak bisa ditaklukkan. Ada banyak cara untuk mengelolanya, bahkan sampai bisa hidup berdampingan dengan damai. Kuncinya, jangan malu mencari bantuan dan jangan sepelekan tips sederhana yang bisa kita lakukan sendiri.

Penanganan Profesional

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline