Oleh:
Abyan Faris Fahrezi, Adellya Wibiaputri Chandradevi, Lailatul Qodriah Sukmara, Tasya Putri Shaliha, Yudhistira Pakunagaran
Pentingnya Produk Halal dalam Perekonomian Global
Industri halal global telah berkembang pesat, tidak hanya terbatas pada sektor makanan dan minuman, tetapi juga merambah ke sektor-sektor lain seperti kosmetik, farmasi, keuangan, pariwisata, dan fashion. Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa produk halal bukan lagi sekadar produk niche, melainkan telah menjadi bagian integral dari sistem ekonomi global. Industri halal mampu menciptakan lapangan kerja, mendorong inovasi produk, meningkatkan perdagangan internasional, dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan potensi pasar yang sangat besar dan tren konsumen global yang semakin meningkat terhadap produk-produk yang terpercaya dan bertanggung jawab, produk halal memiliki peran yang krusial dalam mendorong pertumbuhan ekonomi global yang inklusif dan berkelanjutan.
Pertumbuhan populasi Muslim dunia yang pesat menjadi salah satu pendorong utama meningkatnya permintaan terhadap produk halal. Namun, pentingnya produk halal tidak hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan konsumen Muslim saja, tetapi juga bagi konsumen non-Muslim yang semakin peduli dengan aspek etika, kesehatan, dan keberlanjutan dalam produk yang mereka konsumsi. Lebih dari itu, produk halal telah menjelma menjadi sebuah kekuatan ekonomi yang menjanjikan dengan potensi pasar yang luas dan terus berkembang. Hal ini membuka peluang bagi produk halal untuk menembus pasar yang lebih luas dan menjangkau konsumen global dengan beragam latar belakang.
Inovasi Produk: Perusahaan dapat mengembangkan varian produk halal yang lebih inovatif dengan memahami kebutuhan konsumen di seluruh dunia. Misalnya, mereka dapat menciptakan makanan siap saji halal, produk vegan halal, serta kosmetik yang terbuat dari bahan halal. Memastikan dan meningkatkan kualitas produk dengan menerapkan standar internasional seperti HACCP, ISO 22000, serta memperoleh sertifikasi halal dari lembaga yang diakui di secara global.
Inovasi Proses: Mengintegrasikan teknologi canggih seperti blockchain dapat meningkatkan transparansi dalam rantai pasok halal, pemanfaatan teknologi Internet of Things (IoT) juga memungkinkan pemantauan yang lebih efektif terhadap kualitas dan keamanan produk. Selain itu, penggunaan bahan kemasan yang ramah lingkungan dan dapat terurai sangat penting, tanpa mengesampingkan standar keamanan pangan yang berlaku.
Inovasi Pemasaran: Memanfaatkan platform digital seperti Instagram, TikTok, dan YouTube merupakan langkah strategis untuk membangun kesadaran merek sekaligus meningkatkan interaksi dengan konsumen di seluruh dunia. Mengadakan promosi pemasaran yang melibatkan influencer halal, berpartisipasi dalam pameran dagang internasional, serta memanfaatkan e-commerce global seperti Amazon, Alibaba, dan pasar halal lainnya juga merupakan cara efektif untuk memperluas jangkauan pasar.
Upaya menerapkan strategi inovasi ini, perusahaan dapat meningkatkan daya saing produk halal di pasar internasional dan menarik lebih banyak konsumen global yang mencari produk halal berkualitas tinggi.
Tantangan: Persaingan Pasar, Regulasi, dan Kesadaran Konsumen tentang Produk Halal
Dalam mengembangkan potensi halal di Indonesia, tentunya terdapat tantangan. Tantangan pertama yaitu banyaknya negara pesaing seperti Malaysia, Turki, Qatar, dan lainnya. Jika ada banyak produk asing masuk ke Indonesia, maka konsumsi produk lokal akan berkurang. Dampaknya, neraca perdagangan akan mengalami defisit karena lebih banyak impor yang masuk daripada ekspor. Indonesia harus bisa memanfaatkan dengan baik potensi yang dimilikinya. Jika tidak, maka Indonesia hanya akan menjadi konsumen di pasar yang besar.
Kedua, adanya problematika dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang membuat undang-undang ini belum efektif. Problematika tersebut salah satunya adalah keterlambatan pemerintah dalam mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai pelaksanaan UU JPH. Menurut UU JPH, PP pelaksanaan UU JPH dikeluarkan paling lambat dua tahun setelah penetapan UU JPH, yakni tahun 2016. Namun realitanya, pemerintah baru mengeluarkan PP ini pada tahun 2019 yang artinya pemerintah terlambat tiga tahun dan menandakan bahwa pemerintah melanggar ketentuan hukum dalam pelaksanaan UU JPH.