Akhir bulan Agustus tahun 2025 kasus leptospirosis di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur menunjukkan peningkatan yang signifikan. Terdapat sekitar 16 kasus terdeteksi penyakit ini dan sebanyak 3 pasien meninggal dunia. Kondisi ini sejalan dengan tren nasional, di mana Kementerian Kesehatan Indonesia melaporkan pada tahun 2024 terdapat sekitar 367 kasus dengan 43 kematian akibat penyakit ini. Penyakit ini akan mengalami peningkatan terutama saat musim hujan dan banjir. Lonjakan kasus yang terjadi di Kabupaten Bondowoso ini menjadi pengingat bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat dan membutuhkan kewaspadaan bersama.
Apa itu Leptospirosis ?
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis (penyakit yang menular dari hewan ke manusia) yang diakibatkan oleh bakteri leptospira, yang sering ditularkan melalui urin atau cairan tubuh hewan yang terinfeksi, terutama tikus yang mencemari tanah maupun genangan air seperti banjir. Sejarah leptospirosis bermula pada tahun 1886, ketika Adolph Weil mendeskripsikan penyakit yang kemudian dikenal sebagai penyakit Weil. Weil menemukan bahwa penderita mengalami penyakit kuning yang disertai dengan pembesaran limpa (splenomegali), gangguan ginjal, peradangan mata (konjungtiva) dan ruam kulit.
Cara Penularan dan Gejala Leptospirosis
Manusia bisa tertular ketika kulit luka atau melalui selaput lendir seperti mata, hidung, dan mulut saat bersentuhan langsung dengan lingkungan yang tercemar. Kondisi ini sering terjadi, misalnya ketika seseorang berjalan di genangan banjir tanpa alas kaki atau bekerja di sawah yang sudah terkontaminasi urin hewan yang membawa bakteri leptospira. Gejala leptospirosis dapat bervariasi, mulai dari ringan hingga berat. Pada tahap awal penderita biasanya mengalami demam mendadak, sakit kepala, nyeri otot terutama di betis dan punggung, mual, muntah, serta mata yang tampak kemerahan. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini bisa berkembang menjadi lebih parah dengan tanda-tanda seperti penyakit kuning (ikterus), gangguan ginjal, perdarahan, hingga gagal organ yang dapat berujung pada kematian.
Pencegahan Leptospirosis
Pencegahan dari leptospirosis dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Masyarakat dianjurkan untuk selalu menggunakan alat kaki atau sepatu boot saat beraktivitas di genangan air, sawah, atau area yang berisiko terkontaminasi. Hindari kontak langsung dengan air banjir, terutama jika memiliki luka terbuka. Selain itu, pengendalian populasi tikus sangat penting karena hewan ini merupakan sumber utama penularan. Menjaga kebersihan rumah, menutup makanan dan minuman agar tidak terkontaminasi, serta membuang sampah pada tempatnya juga membantu mencegah penyebaran penyakit. Jika mengalami gejala yang mencurigakan setelah terpapar banjir atau lingkungan berisiko, segera periksa ke fasilitas kesehatan agar mendapat penanganan lebih cepat.
Kasus leptospirosis yang terjadi di Kabupaten Bondowoso menjadi pengingat bahwa penyakit ini masih perlu mendapat perhatian serius, apalagi saat musim hujan dan banjir. Dengan memahami cara penularan, gejala, serta langkah pencegahan, masyarakat dapat lebih waspada dan mampu melindungi diri maupun keluarga. Kolaborasi antara masyarakat, tenaga kesehatan, dan pemerintah sangat penting agar angka kejadian leptospirosis dapat ditekan, sehingga dampak buruk penyakit ini tidak lagi menimbulkan korban jiwa di kemudian hari.
Daftar pustaka
Kementerian Kesehatan. (2025). Peningkatan Kapasitas Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Pengelola Program Zoonosis. Kemenkes RI. https://lms.kemkes.go.id/courses/4917d808-5f86-4c9b-8507-74db4c1c3f49