Lihat ke Halaman Asli

Syaefunnur Maszah

Senior Human Capital Strategist, Sekjen Parsindo, Wakil Ketua Peradi DPC

Keluarga Tuding Netanyahu Penghalang Bebasnya Sandera

Diperbarui: 14 September 2025   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga sandera Israel. / BBC News.

Artikel BBC News berjudul Netanyahu is only obstacle to bringing hostages home, families say, 14 September 2025, melaporkan suara keras keluarga sandera Israel yang menuding Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai "satu-satunya penghalang" untuk membawa pulang orang-orang yang mereka cintai. Pernyataan ini muncul di tengah ketegangan regional yang semakin membesar setelah Israel melancarkan serangan ke Qatar dan memperburuk peluang tercapainya kesepakatan damai.

Keluarga para sandera menilai setiap kali ada sinyal positif menuju kesepakatan, Netanyahu justru tampil sebagai pihak yang menggagalkan. Mereka menuduh alasan demi alasan diciptakan untuk menunda kepulangan sandera. Bagi keluarga yang menanti, waktu adalah musuh paling nyata karena setiap hari berarti ancaman hidup bagi kerabat mereka di Gaza.

Dalam keterangan yang dikutip BBC, keluarga sandera menggambarkan tanggapan Netanyahu sebagai "alasan terbaru untuk gagal memulangkan" orang-orang yang mereka cintai. Serangan Israel ke Qatar yang menewaskan sejumlah anggota Hamas serta seorang pejabat keamanan Qatar dipandang bukan sebagai langkah mempercepat perdamaian, melainkan memperdalam jurang kebuntuan.

Pernyataan mereka semakin tajam: "Operasi penargetan di Qatar membuktikan tanpa keraguan bahwa ada satu penghalang untuk memulangkan 48 sandera dan mengakhiri perang: Perdana Menteri Netanyahu." Ucapan ini bukan sekadar keluhan emosional, melainkan tuduhan politik bahwa Netanyahu menggunakan isu sandera untuk memperpanjang umur kekuasaannya.

Keluarga para sandera merasa Netanyahu sengaja "membeli waktu". Tuduhan ini berbahaya bagi citra perdana menteri yang kini menghadapi kritik domestik maupun internasional. Di mata keluarga korban, setiap menit yang terbuang adalah nyawa yang melayang. Mereka menegaskan, sudah 42 sandera meninggal, dan sisanya berada di ujung kehidupan.

Jika suara keluarga sandera dijadikan tolok ukur, maka nasib perdamaian Timur Tengah semakin suram. Alih-alih membuka ruang dialog, kebijakan militer Israel yang agresif justru mendorong krisis kemanusiaan ke jurang lebih dalam. Serangan ke Qatar memicu kemarahan internasional dan membuat mediator seperti Doha semakin sulit berperan netral.

Bagi keluarga sandera, kunci utama ada pada keberanian politik Netanyahu untuk menyingkirkan ego kekuasaan. Namun sejarah politik Israel menunjukkan, Netanyahu kerap menggunakan isu keamanan nasional untuk mempertahankan kursi perdana menteri. Inilah dilema yang membuat jalan menuju perdamaian semakin berliku.

Konteks ini memperlihatkan bagaimana nasib manusia kerap menjadi alat tawar-menawar politik. Sandera yang seharusnya menjadi prioritas kemanusiaan, berubah menjadi komoditas politik. Kritik keluarga sandera menunjukkan bahwa dimensi kemanusiaan kini terpinggirkan oleh kalkulasi kekuasaan.

Dalam dinamika politik Israel, Netanyahu dikenal lihai memainkan narasi ancaman. Dengan memposisikan Hamas sebagai penghalang, ia bisa menggalang dukungan domestik. Namun ketika keluarga sandera membalik narasi itu dan menyebut Netanyahu sebagai "satu-satunya penghalang", maka retorika keamanan nasionalnya retak di depan publik.

Implikasinya besar. Jika Netanyahu tetap keras, sandera berpotensi menjadi korban berikutnya. Jika ia luluh, posisinya di panggung politik Israel bisa goyah. Dilema ini menempatkan Israel pada titik kritis: antara mempertahankan pemimpin yang kuat tapi kontroversial, atau mendengar jeritan keluarga yang menuntut akhir dari penderitaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline