Pendahuluan
Dalam perkembangan ilmu akuntansi modern, perdebatan mengenai hakikat dan sifat dasar akuntansi masih terus berlangsung. Sebagian kalangan memandang akuntansi sebagai ilmu eksakta yang menekankan pada objektivitas, kuantifikasi, dan rasionalitas formal. Namun di sisi lain, ada pandangan yang melihat akuntansi sebagai ilmu sosial yang sarat nilai, makna, dan pengalaman manusia. Salah satu tokoh filsafat yang memberikan kontribusi penting terhadap pandangan kedua adalah Wilhelm Dilthey, seorang filsuf Jerman yang hidup pada abad ke-19 dan dikenal sebagai pelopor hermeneutika modern dalam ilmu sosial dan humaniora.
Pemikiran Dilthey menjadi titik balik dalam memahami perbedaan antara ilmu alam dan ilmu kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa objek kajian manusia tidak dapat dipahami dengan cara yang sama seperti objek alam, sebab kehidupan manusia bukan hanya terdiri atas fenomena fisik, tetapi juga sarat makna dan nilai. Dilthey mengembangkan pendekatan hermeneutik, yaitu suatu metode pemahaman yang berusaha menafsirkan kehidupan dari dalam, melalui pengalaman dan ekspresi manusia itu sendiri.
Dalam konteks akuntansi, pemikiran Dilthey membuka cara pandang baru yang melihat akuntansi bukan hanya sebagai sistem pengukuran keuangan, tetapi sebagai fenomena sosial yang mengekspresikan nilai, moralitas, dan kehidupan ekonomi manusia. Angka-angka dalam laporan keuangan tidak lagi dianggap sekadar hasil perhitungan teknis, melainkan simbol yang mencerminkan nilai, budaya, serta tanggung jawab sosial.
Melalui pendekatan hermeneutik, akuntansi dipahami sebagai bahasa kehidupan ekonomi yang berisi makna dan nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas lebih jauh mengenai pendekatan hermeneutik Wilhelm Dilthey dalam teori akuntansi dengan meninjau tiga pertanyaan utama: apa yang dimaksud dengan pendekatan ini, mengapa pendekatan tersebut penting, dan bagaimana penerapannya dalam praktik serta penelitian akuntansi modern.
What: Hakikat Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey dalam Akuntansi
sumber:google
Hermeneutika secara umum dipahami sebagai seni atau metode dalam memahami makna di balik suatu teks. Dalam pengertian klasik, hermeneutika digunakan untuk menafsirkan karya sastra dan teks-teks keagamaan. Wilhelm Dilthey memperluas pengertian ini dengan menyatakan bahwa hermeneutika tidak hanya terbatas pada teks tertulis, tetapi mencakup seluruh ekspresi kehidupan manusia—baik tindakan, simbol, maupun lembaga sosial.
Bagi Dilthey, kehidupan manusia adalah sesuatu yang dihayati, dialami, dan dimaknai dari dalam. Karena itu, pengetahuan tentang manusia tidak dapat diperoleh melalui metode eksperimental sebagaimana ilmu alam, tetapi harus melalui proses memahami pengalaman batin manusia. Proses ini disebut Verstehen, yaitu memahami dari dalam, berbeda dengan Erklären, yang berarti menjelaskan dari luar. Dengan demikian, hermeneutika Dilthey berupaya membangun dasar ilmiah bagi pengetahuan tentang manusia melalui pemahaman terhadap makna yang diungkapkan dalam kehidupan sosial dan sejarah.
Ketika gagasan ini diterapkan dalam bidang akuntansi, muncul pandangan bahwa praktik akuntansi merupakan bagian dari dunia sosial yang mengandung makna simbolik. Laporan keuangan, jurnal transaksi, dan catatan akuntansi bukan sekadar dokumen teknis, tetapi ekspresi dari keputusan, nilai, dan tanggung jawab manusia. Setiap angka dalam laporan keuangan mencerminkan pilihan moral dan budaya yang diambil oleh para pelaku ekonomi.