Mohon tunggu...
made didi kurniawan
made didi kurniawan Mohon Tunggu... Peneliti dan Penulis Lepas

Penelitian 🕵️dan Penulis Lepas Artikel Ilmiah dan Populer ✍️

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Diktator Rasa: Ultra-Proses Merampas Lidah Anak

12 Oktober 2025   13:20 Diperbarui: 12 Oktober 2025   13:20 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lidah anak dikendalikan monster MUP. Pilih ubi, tolak instan! (Sumber: Gemini AI)

Selama beberapa dekade terakhir, kita terlalu nyaman dengan narasi gizi yang serba instan. Alih-alih mengedukasi masyarakat tentang kekayaan pangan lokal yang kaya nutrisi, kita malah didorong secara sistematis ke budaya konsumsi produk yang dimanufaktur secara massal. Paradigma kemudahan dan efisiensi ini telah merenggut warisan kuliner dan pola makan sehat, menggantinya dengan solusi cepat yang dampaknya merusak.

Puncak Budaya Instan: Makanan Ultra-Proses

Makanan ultra-proses (MUP) adalah puncak dari budaya instan ini. Makanan ini secara definitif mengandung lebih dari lima bahan tambahan---seperti pengemulsi, penstabil, pewarna buatan, sirup jagung fruktosa tinggi, dan minyak terhidrogenasi---yang kesemuanya berfungsi untuk memperpanjang masa simpan dan memanipulasi rasa. Tujuannya jelas: menciptakan "titik kebahagiaan" (bliss point) yang membuat konsumen, terutama anak-anak, tergantung (kecanduan) dan terus membeli. MUP tidak hanya menyediakan kalori kosong, tetapi juga secara aktif mengganggu sinyal kenyang alami tubuh.

Erosi Warisan Pangan dan Sensorik Anak

Pergeseran pola makan ini telah merusak palet rasa generasi muda. Jika dulu anak-anak menikmati kudapan tradisional dari hasil bumi seperti ubi rebus, jagung bakar, atau kacang-kacangan, yang kaya serat dan nutrisi mikro, kini lidah mereka didikte oleh rasa gurih buatan, kental manis yang sarat gula, dan produk impor yang secara nutrisi minim.

Erosi ini tidak hanya masalah fisik, tetapi juga budaya dan sensorik. Anak-anak kehilangan apresiasi terhadap rasa asli dari bahan pangan alami. Mereka belajar bahwa makanan harus berasa sangat kuat (asin, manis, atau gurih buatan) dan bertekstur seragam, membuat mereka menolak rasa dan tekstur pangan lokal yang lebih autentik dan bervariasi.

Risiko Jangka Panjang dalam Program Sekolah

Masuknya produk instan---apakah itu biskuit kemasan, minuman rasa, atau makanan siap saji ultra-proses lainnya---ke dalam skema makan gratis di sekolah memiliki implikasi yang jauh lebih serius daripada sekadar asupan nutrisi harian.

Pengorbanan Kualitas Demi Kuantitas: Program yang mengandalkan MUP seringkali memprioritaskan efisiensi, biaya rendah, dan kuantitas (mudah didistribusikan dan tahan lama) di atas kualitas gizi. Kita mengorbankan kualitas kesehatan jangka panjang anak demi efisiensi logistik sesaat.

Pendidikan Pola Makan yang Salah: Ketika pemerintah atau sekolah menyajikan makanan berkemasan sebagai "makanan resmi," hal itu secara implisit mengajarkan anak-anak bahwa makanan yang "keren," aman, dan layak konsumsi adalah yang cepat saji dan berkemasan menarik. Hal ini merusak upaya edukasi gizi untuk memilih pangan segar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun