Lihat ke Halaman Asli

Salmun Ndun

Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain

Dunia Milik Mereka yang Membaca dan Berpikir Luas

Diperbarui: 7 Oktober 2025   21:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input gambar: lazada.co.id

DUNIA MILIK MEREKA YANG MEMBACA DAN BERPIKIR LUAS

*Salmun Ndun,S.Pd., Guru UPTD SMP Negeri 1 Lobalain, Kab. Rote Ndao

Input gam ar: catatananiefendi.blogspot.com

Rick Holland pernah berkata, "Dunia ini milik mereka yang membaca." Ungkapan sederhana ini menyimpan makna yang sangat mendalam tentang betapa pentingnya membaca dalam kehidupan manusia. Membaca bukan sekadar aktivitas untuk mengisi waktu, melainkan jendela menuju dunia yang lebih luas dan mendalam. Melalui membaca, seseorang mampu melampaui batas ruang dan waktu, menjelajahi masa lalu, memahami realitas masa kini, dan membayangkan masa depan yang lebih baik.

Input gambar: dokpri

Mereka yang gemar membaca memiliki cakrawala pemikiran yang lebih luas, mampu melihat berbagai persoalan dengan lebih jernih dan bijaksana. Mereka tidak mudah terbawa arus, sebab pengetahuan yang mereka miliki menjadi jangkar bagi cara berpikir dan bertindak. Tak mengherankan jika membaca sering dianggap sebagai kunci utama untuk menguasai dunia, bukan dalam arti menaklukkan, tetapi memahami dan memberi makna yang lebih dalam bagi kehidupan.

Namun, di era modern ini, makna membaca sering kali bergeser dari aktivitas reflektif menjadi sekadar konsumsi informasi cepat tanpa pemahaman mendalam. Banyak orang membaca, tetapi sedikit yang benar-benar menyelami dan memaknai apa yang dibacanya. Fenomena inilah yang tampak nyata dalam kehidupan kita sehari-hari, bahkan di ruang publik dan dunia kepemimpinan.

Input gambar: redaksiku.com

Seperti yang terjadi adanya sebuah tayangan viral yang cukup menyita perhatian publik di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat Wakil Ketua II DPRD Pasangkayu, Sulawesi Barat, Hariman Ibrahim, gagap dan terbata-bata saat membacakan teks Pembukaan UUD 1945 pada upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 2025. Terlepas benar atau tidaknya alasan sang Wakil Ketua, momen yang seharusnya penuh khidmat itu memang berubah canggung ketika ia mengaku lupa membawa kacamata sehingga kesulitan membaca teks di hadapannya.

Hal tersebut telah terjadi dan membuatnya viral, menimbulkan beragam reaksi publik dari yang menertawakan hingga yang menyayangkan. Sekilas, insiden ini tampak ringan dan manusiawi. Namun di balik kelucuannya, ada ironi yang dalam tentang betapa rentannya kemampuan literasi, bahkan di kalangan para pemimpin publik, serta betapa mudahnya kita tergelincir ketika membaca sekadar dijadikan rutinitas, bukan kebiasaan sadar yang membentuk cara berpikir.

Di balik peristiwa sederhana itu, terselip pesan mendalam tentang pentingnya kesiapan, ketelitian, dan budaya membaca yang baik, terutama bagi mereka yang memegang posisi publik. Sebab, membaca bukan hanya soal teknis melafalkan kata, tetapi juga cerminan kedalaman berpikir dan tanggung jawab moral dalam menjalankan tugas di ruang publik.

Inputgambar: dokpri

Peristiwa itu menjadi cermin kecil dari persoalan besar: menurunnya budaya membaca dan sempitnya daya berpikir di tengah masyarakat yang semakin sibuk dengan dunia instan. Membaca seharusnya bukan sekadar kemampuan teknis mengenali huruf dan kata, melainkan jendela untuk memahami dunia dan memperluas wawasan.

Meminjam kata-kata Francis Bacon, "Reading maketh a full man; conference a ready man; and writing an exact man." Membaca memenuhi jiwa manusia dengan pengetahuan dan membuka ruang bagi refleksi yang lebih dalam. Dapat disimpilkan bahwa melalui membaca, seseorang sedang belajar menata pikirannya, menimbang kebenaran, dan menilai realitas dengan lebih jernih. Karenanya, dunia memang milik mereka yang membaca dan berpikir luas, mereka yang tidak hanya melihat, tetapi juga memahami; tidak hanya mendengar, tetapi juga merenung.

Input gambar: dokpri

Saat ini kondisi literasi di Indonesia menyimpan paradoks menarik antara tingginya angka melek huruf dan rendahnya minat membaca di kalangan masyarakat. Berdasarkan data UNESCO yang dikutip dari situs The Global Economy, tingkat literasi orang dewasa (usia 15 tahun ke atas) di Indonesia telah mencapai 96 persen per tahun 2020. Angka ini secara statistik tergolong tinggi, bahkan melampaui rata-rata global yang berada di 86,5 persen. Namun, ironi muncul ketika data tersebut dibandingkan dengan minat baca masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline