Mohon tunggu...
nashwa amelia
nashwa amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Pamulang

Saya mahasiswa Universitas Pamulang yang senang belajar dan mengeksplor hal-hal baru. Di waktu luang, saya suka mendengarkan berbagai genre lagu dan jogging untuk menjaga kebugaran. Saya juga tertarik dengan topik seputar pengembangan diri dan gaya hidup sehat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Resiko Gangguan Mental Akibat Disfungsi Keluarga

8 Oktober 2025   23:33 Diperbarui: 8 Oktober 2025   23:31 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

     Keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian seseorang. Dari keluargalah anak belajar mengenal kasih sayang, tanggung jawab, dan nilai moral. Namun, tidak semua keluarga mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Ketika hubungan antaranggota keluarga dipenuhi konflik, kekerasan, atau kurangnya komunikasi yang sehat, kondisi ini disebut disfungsi keluarga. Situasi tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak serius, salah satunya adalah risiko gangguan mental pada anak dan remaja.

     Disfungsi keluarga terjadi ketika peran dan tanggung jawab setiap anggota tidak berjalan semestinya. Misalnya, orang tua sibuk dan tidak memperhatikan anak, sering terjadi pertengkaran, atau salah satu pihak menunjukkan perilaku kasar. Anak yang tumbuh di lingkungan seperti ini cenderung kehilangan rasa aman, kasih sayang, dan dukungan emosional. Ketika kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi, mereka berisiko mengalami tekanan psikologis yang berdampak pada kesehatan mental.

     Salah satu bentuk gangguan mental yang sering muncul akibat disfungsi keluarga adalah depresi. Anak merasa tidak dicintai, kesepian, dan menyalahkan diri sendiri atas situasi keluarganya. Selain itu, kecemasan berlebih (anxiety) juga sering dialami karena anak hidup dalam rasa takut dan ketegangan yang terus-menerus. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berkembang menjadi gangguan perilaku, seperti mudah marah, sulit percaya pada orang lain, atau bahkan menarik diri dari lingkungan sosial. Pada beberapa kasus, tekanan emosional yang tidak tertangani dapat memicu munculnya pikiran untuk menyakiti diri sendiri.

    Gangguan mental akibat disfungsi keluarga tidak hanya berdampak pada masa remaja, tetapi juga dapat terbawa hingga dewasa. Mereka yang tumbuh dalam keluarga tidak harmonis cenderung kesulitan membangun hubungan sehat di kemudian hari. Pola komunikasi yang buruk, rasa curiga, dan rendahnya kepercayaan diri sering menjadi bekas luka psikologis yang sulit hilang. Dalam dunia kerja maupun kehidupan sosial, individu seperti ini bisa mengalami kesulitan beradaptasi dan cenderung menarik diri dari lingkungan. Jika tidak mendapatkan dukungan dan penanganan psikologis yang tepat, trauma masa kecil tersebut bisa berpengaruh pada cara mereka mendidik anak di masa depan, sehingga siklus disfungsi keluarga berpotensi terulang kembali.

     Untuk mencegah hal tersebut, orang tua perlu membangun komunikasi yang terbuka, penuh empati, dan saling menghargai. Jika konflik sulit diselesaikan, konseling keluarga dapat menjadi solusi untuk memperbaiki hubungan. Selain itu, memberikan waktu berkualitas bersama anak sangat penting agar mereka merasa diperhatikan dan dicintai. Lingkungan yang hangat, penuh dukungan, dan rasa saling menghormati menjadi pondasi penting bagi tumbuh kembang mental yang sehat.

     Kesimpulannya, disfungsi keluarga memiliki dampak besar terhadap kesehatan mental anak. Ketika lingkungan keluarga tidak mampu memberikan dukungan emosional, anak menjadi rentan terhadap gangguan mental. Oleh karena itu, menciptakan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang, dan komunikasi yang sehat adalah langkah utama dalam menjaga kesehatan jiwa seluruh anggota keluarga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun