Kontraksi Sektor Primer dan Pergeseran Ekonomi Kalteng: Mencari Mesin Pertumbuhan Baru di Luar Batubara dan Kelapa Sawit
Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) selama ini dikenal sebagai lumbung komoditas primer, dengan batubara dan kelapa sawit menjadi pilar utama perekonomiannya. Namun, ketergantungan yang berlebihan pada dua komoditas ini kini mulai menunjukkan sisi rentannya. Fluktuasi harga global, tuntutan keberlanjutan lingkungan, dan menipisnya cadangan batubara memicu sinyal bahaya: Kalteng harus segera mencari mesin pertumbuhan baru.
Ancaman di Balik Dominasi Sektor Primer
Ketergantungan ekonomi pada sektor primer---pertambangan dan perkebunan monokultur---menghadirkan risiko besar. Ketika harga komoditas global jatuh atau regulasi lingkungan semakin ketat, perekonomian daerah akan langsung tertekan.
Meskipun sektor perkebunan kelapa sawit masih menunjukkan pertumbuhan signifikan dari sisi luas lahan dan produksi, ada indikasi sektor primer lain mulai mengalami kontraksi. Data menunjukkan, misalnya, luas tanaman karet semakin menurun di Kalteng. Kontraksi di sektor primer ini menjadi peringatan bahwa model ekonomi yang didasarkan pada ekstraksi sumber daya alam mentah sudah tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.
Selain itu, kontraksi juga terlihat dari lemahnya kinerja sektor industri pengolahan---padahal, hilirisasi adalah kunci untuk meningkatkan nilai tambah komoditas. Apabila batubara dan minyak sawit terus diekspor dalam bentuk mentah, keuntungan ekonomi yang didapat daerah akan selalu minim.
Pergeseran Menuju Hilirisasi dan Keberlanjutan
Menyadari kerentanan ini, Kalteng kini dihadapkan pada keharusan untuk melakukan transisi ekonomi yang mendasar. Jalan keluarnya adalah pergeseran dari sekadar menjual bahan mentah menuju hilirisasi industri dan pengembangan sektor-sektor yang lebih berkelanjutan.
Kelapa Sawit: Tidak hanya CPO (minyak sawit mentah), tetapi diolah menjadi oleokimia, bahan bakar nabati (biodiesel), atau produk turunan pangan lainnya.
Karet: Diolah menjadi komponen industri atau produk hilir karet lainnya.
Pemerintah daerah perlu merumuskan strategi konkret, mulai dari penyediaan infrastruktur pendukung, kemudahan perizinan, hingga pelatihan SDM untuk sektor industri pengolahan.
Mesin Pertumbuhan Baru Kalteng: Potensi Tersembunyi
Di luar batubara dan kelapa sawit, Kalteng memiliki sejumlah potensi ekonomi "tersembunyi" yang siap didorong sebagai mesin pertumbuhan baru, terutama yang berbasis pada sumber daya alam berkelanjutan dan pangan:
1. Komoditas Non-Sawit dan Non-Batubara Berbasis Lahan Gambut
Kalteng adalah salah satu provinsi dengan lahan gambut terluas. Alih-alih merusaknya, lahan gambut dapat dimanfaatkan secara bijak untuk komoditas unggulan:
Nanas Gambut: Nanas jenis ini tumbuh subur di lahan gambut dengan karakteristik rasa lebih manis dan aroma khas. Nanas gambut Kalteng bahkan sudah menembus pasar Eropa, baik dalam bentuk buah segar maupun olahan.
Rotan Organik: Rotan dari Kalteng digemari karena kualitasnya yang kuat dan ramah lingkungan. Diolah menjadi berbagai produk seperti furnitur, keranjang, dan aksesori, rotan organik adalah komoditas ekspor bernilai tinggi yang berpotensi besar.
2. Ketahanan Pangan dan Perikanan
Sektor pangan dan perikanan menawarkan potensi besar, terutama untuk mendukung ketahanan pangan nasional:
Padi: Kalteng merupakan salah satu lumbung padi nasional. Upaya intensifikasi pertanian dengan implementasi budidaya padi jenis unggul, seperti IR-42, terus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas. Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau adalah sentra utama.
Ikan Gabus: Di sektor perikanan, ikan gabus memiliki potensi ekspor besar. Diolah menjadi kerupuk atau abon, kandungan proteinnya yang tinggi diminati di berbagai negara Asia Tenggara.
3. Pariwisata Berbasis Ekowisata
Keindahan alam Kalteng, seperti hutan, sungai, dan budaya Dayak, merupakan modal berharga untuk mengembangkan ekowisata. Pengembangan pariwisata tidak hanya menghasilkan pendapatan, tetapi juga mendorong pelestarian lingkungan dan budaya lokal.
Pergeseran ekonomi ini bukan tanpa tantangan. Dibutuhkan investasi besar dalam infrastruktur industri dan hilirisasi, serta komitmen politik yang kuat untuk tidak lagi bergantung pada 'ekonomi cokelat' (batubara). Diperlukan juga kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk mengembangkan UMKM yang berbasis pada potensi lokal.
Masa depan ekonomi Kalteng harus berdiri di atas pilar yang kokoh, bukan hanya bergantung pada hasil tambang dan perkebunan monokultur. Dengan mendorong hilirisasi dan mengembangkan potensi berkelanjutan seperti nanas gambut, rotan, dan produk perikanan, Kalteng dapat mewujudkan pertumbuhan yang lebih inklusif, kuat, dan tahan terhadap gejolak pasar global. Ini adalah saatnya Kalteng bertransisi dari pengekspor bahan mentah menjadi pemain industri olahan yang bernilai tambah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI