Lihat ke Halaman Asli

SABAR PUTRANGAJU

Penulis Lepas

Dayak Bukan Hanya Identitas, Dayak Nilai Luhur Budaya

Diperbarui: 15 Oktober 2025   06:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

SabarIndependent-Kalteng. Di Era yang semakin maju, Identitas suku bangsa dianggap sebagai bagian dari masa lalu. Bahkan tidak jarang Suku Bangsa hanya diidentifikasi sebagai pameran tata busana. Suku dan budayanya hanya dipertontonkan dalam festival dan karnaval tahunan. Kesukuan dan kebudayaan dianggap sesuatu yang telah ditinggalkan oleh jaman. Seolah, pembicaraan suku dan budaya adalah perlawanan terhadap modernisasi dan kemajuan.

Pandangan semacam ini banyak dipakai oleh kalangan yang menganggap diri sebagai masyarakat yang telah maju. Terutama dalam pergaulan masyarakat kota, berbicara suku dan budaya seperti membicarakan cerita-cerita yang dongeng atau legenda dari masalalu. Masyarakat perkotaan perlahan meninggalkan identitas lama lalu merasa telah masuk ke identitas baru yang lebih maju, yaitu manusia modern. 

Padahal kalau mau jujur, penghapusan identitas suku bangsa yang banyak dialami Masyarakat perkotaan adalah fenomena kehilangan jati diri. Bukti paling nyata, Masyarakat Perkotaan hidup dalam kungkungan materialisme dan kapitalisme yang akut. Hidupnya dikejar oleh keinginan dan keinginan yang tak pernah tuntas.

Entah argumentasi apa yang dapat dipakai untuk menjelaskan betapa kemunduran paling fatal dalam sejarah peradaban manusia ketika sekelompok masyarakat hidup hanya dengan mengejar ambisi materialisme. Bangun pagi, seolah diburu waktu setiap saat, untuk bekerja, bekerja dan bekerja, demi memenuhi keinginan yang sungguh makin tak terbatas.

Situasi Masyarakat perkotaan yang diklaim sebagai kemajuan sangatlah kontras dengan nilai-nilai kehidupan universal. Manusia kota berubah menjadi mesin pencari uang yang tidak memiliki hak untuk menentukan diri sendiri. Demi imbalan yang bernama hidup layak, manusia atas nama kemajuan berlari mengejar waktu yang dia tak akan pernah mampu menyalipnya.

Jika demikian, Lalu dimanakah perbedaan kualitatif antara hidup sebagai masyarakat maju dengan masyatakat yang katanya belum maju? 

Pertanyaan ini menggugah kita untuk mengingat kembali akan Identitas suku dan budaya yang pernah kita campakkan. Suku adalah proses sosiolgis sekaligus proses antropologis yang tercipta dari interaksi setiap orang didalamnya. Interaks itu yang melahirkan nilai-nilai yang kemudian menjadi kebudayaan manusia. 

Dari latar ini mudah kita pahami bahwa kesukuan adalah proses terciptanya nilai yang disepakati antara setiap orang dalam komunitasnya. Artinya, terciptanya suku adalah proses pertarungan nilai yang organik dalam hidup manusia. Lalu apa alasannya kesukuan itu harus ditnggalkan

Dayak: Nilai Universal

Dari latar berpikir diatas, menjadi sangat urgen untuk kembali mendudukkan jati diri dalam bingkai kebudayaan. Manusia harus kembali sebagai Makhluk yang menentukan dirinya sendiri. Manusia harus menjari makhluk yang mengatur dirinya dan mengatur hubungannya dengan alam, habitus dimana dia tinggal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline