Lihat ke Halaman Asli

Agung Pramono

Advokat, Pemerhati Hukum dan Sosial

Dampak Omnibus Law terhadap Advokat

Diperbarui: 15 Agustus 2020   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Omnibus Law Yang Abai Sejarah

Berbicara mengenai omnibus law, maka juga membahas mengenai pembangunan berbasis agraria di sektor pertanahan, perkebunan, pertanian, kehutanan, pertambangan, pesisir-kelautan, properti dan infrastruktur yang menjadi bagian dari sasaran RUU yang juga disebut Cipta Kerja ataupun sapu jagat.

Omnibus Law hadir dengan konsep merevisi 1.244 pasal pada 79 undang-undang yang mencakup 11 klaster dalam lingkup penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, kawasan ekonomi, baik itu kawasan industri.

Regulasi dalam konsep ini adalah membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. Omnibus Law bisa merevisi banyak aturan sekaligus. Sistem omnibus ini hanya bisa dipakai untuk UU tentang keuangan, yang banyak bicarakan teknis untuk meringkas. Bukan untuk mengubah UU.

UU dibuat untuk merapihkan tatanan kemasyarakatan, juga untuk membatasi kekuasaan, dilain pihak kekuasaan itu memiliki wewenang untuk membentuk UU.

Ternyata dalam perkembangannya justeru mengatur tatanan pekerjaan dan profesi masyarakat, UU dibuat lebih kepada maksud sebagai perangkat rekayasa sosial yang sifatnya ke tubuh rakyat itu sendiri dan terasa menekan.

Soal investasi dan bisnis juga infrastruktur sampai pembangunan, dulu VOC pun demikian dalam perikatannya dengan wilayah nusantara, tapi dalam perkembangannya melakukan intervensi dan rakus. Sepertinya, catatan sejarah itu secara tidak sadar akan diulang namun kali ini dengan inisiatif, kepastian hukum dari sistem civil law direduksi dengan "godaan" dinamika ekonomi-politik common law.

Secara singkat, desain omnibus mulai berakar kuat pada sekitar abad 17 dan 18, Inggris Raya, Meksiko, Jerman, Perancis, Scotlandia dan juga Amerika akhirnya membangun sebuah desain omnibus bill untuk mengatasi banyak kekacauan (bukan memperbaiki). Desain omnibus pada hakikatnya adalah mengatasi banyak kekacauan, dalam situasi yang sudah tidak bisa diperbaiki.

Situasi pada masa itu hampir serupa dengan kenyataan yang terjadi di Indonesia beberapa tahun belakangan, singkatnya ialah perkembangan masalah SARA dan politisasi dalam banyak aspek dan sendi kehidupan rakyat.

Desain ini dapat saja dilakukan dengan suatu kesepakatan bersama untuk mengakhiri banyak kekacauan, masalahnya, kekacauan semacam apa yang dimaksud oleh pengagas desain omnibus?

Apakah keberagaman adat-budaya yang membuat politik sulit untuk melakukan perubahan itulah yang dimaksud dengan penyebab kekacauan? Apakah dengan demikian penggagas tersebut bermaksud untuk menggantikan keberagaman dengan penyeragaman?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline