Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Harpani

Baca - Tulis - Gambar

Lebih dari Sekedar Ilmu Agama, Sosok Ustadz dalam Membentuk Budi Pekerti Bangsa

Diperbarui: 5 September 2025   22:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolase foto para guru ngaji yang menerima apresiasi hadiah dari Dompet Dhuafa Sumsel (Sumber : ddsumsel.org)

Di tengah hiruk pikuk modernisasi, kita sering kali melupakan satu sosok penting yang menjadi pilar peradaban: guru. Khususnya, para guru ngaji dan ustadz yang berjuang di garda terdepan, bukan hanya mengajarkan huruf hijaiyah, tapi juga menanamkan budi pekerti dan akhlak mulia sejak dini. Apa yang dilakukan Dompet Dhuafa Sumatera Selatan (DD Sumsel) dengan memberikan hadiah kepada 99 guru ngaji adalah cerminan betapa berharganya peran mereka.

Baca : https://ddsumsel.org/apresiasi-untuk-99-guru-ngaji-di-sumsel/

Peran seorang guru atau ustadz jauh melampaui sekadar transfer pengetahuan. Ilmu agama, seperti kemampuan membaca Al-Qur'an dan memahami ajaran Islam, memang pondasi utamanya. Tapi, di balik itu, mereka adalah teladan. 

Melalui kesabaran, keikhlasan, dan dedikasi tanpa pamrih, mereka mengajarkan nilai-nilai luhur yang sulit ditemukan di bangku sekolah formal. Mereka mengajarkan santri untuk jujur, menghormati orang tua, berempati pada sesama, dan berpegang teguh pada moral. Nilai-nilai ini adalah inti dari budi pekerti yang kokoh, benteng terakhir dari degradasi moral bangsa.

Di Balik Hadiah: Kisah Keikhlasan dan Harapan Sebuah Generasi

Dikutip dari web DDSumsel, saat penyerahan hadiah ini diliputi suasana haru. Banyak guru ngaji tak kuasa menahan tangis bahagia karena merasa perjuangan mereka selama ini diperhatikan.

"Sejak saya ingat, orang tua saya, Sopiah, sudah menjadi guru ngaji. Sekarang umur saya 34 tahun. Di desa saya, cuma saya, ibu, dan bapak yang menjadi guru ngaji. Dan mereka tidak pernah meminta biaya, ikhlas lillahita'ala. Dengan adanya bantuan ini, kami mengucapkan ribuan terima kasih," ungkap anak dari salah satu guru ngaji penerima hadiah.

Kisah pilu nan inspiratif di atas, adalah bukti nyata betapa mulia pekerjaan ini. Mereka melakukannya karena panggilan hati, demi menyebarkan kebaikan dan mencetak generasi Qur'ani. Hadiah dari DD Sumsel, meskipun nilainya mungkin tidak sebanding dengan pengorbanan mereka, memiliki makna yang jauh lebih dalam.

Hadiah itu adalah sebuah pengakuan. Ini adalah pengingat bahwa keikhlasan dan perjuangan mereka tidak luput dari pandangan. Momen haru saat para guru ngaji menangis bahagia adalah cerminan bahwa apresiasi sekecil apa pun sangat berarti. Ini bukan hanya soal meringankan beban ekonomi, tapi juga soal memotivasi mereka untuk tetap istikamah dan merasa dihargai. Apresiasi ini mengukuhkan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang penting, tidak hanya untuk santri, tetapi juga untuk masa depan masyarakat.

Maka, sudah semestinya kita, sebagai masyarakat, juga ikut mengapresiasi dan mendukung peran vital ini. Karena guru dan ustadz, dengan segala keterbatasan yang ada, telah mengajarkan hal-hal paling esensial yang tak bisa diukur dengan materi: iman dan budi pekerti. Dua hal yang akan menjadi bekal terpenting bagi generasi penerus kita. (*)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline