Mohon tunggu...
Ummul Haerani
Ummul Haerani Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Sains Psikologi Universitas Brawijaya

Halo saya Rani, Mahasiswa Magister Sains Psikologi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Program MBG dan Psikologi Sosial di Balik Reaksi Publik, Mengapa Cepat Viral, Cepat Dihakimi?

9 Oktober 2025   14:47 Diperbarui: 9 Oktober 2025   15:41 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makan bergizi gratis (MBG). Program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan mendapatkan tambahan anggaran Rp 50 triliun. Kepala BGN mengatakan sedang menyusun Perpres. (Foto: KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah)

Fenomena: Antara Niat Baik dan Reaksi Cepat

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai dijalankan pemerintah sejak awal 2025 hadir dengan tujuan mulia: memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang layak di sekolah.

Namun, niat baik itu justru memicu gelombang reaksi beragam di masyarakat. Video makanan berbelatung di beberapa daerah, keluhan pungutan wadah makan, hingga kritik soal menu "tidak bergizi" membuat tagar #MakanBergiziGratis mendadak viral dan menjadi bahan debat nasional.

Dalam hitungan jam, publik bereaksi --- menilai, menyalahkan, dan menghakimi --- bahkan sebelum klarifikasi resmi muncul.

Fenomena ini menarik dibaca bukan hanya dari sisi kebijakan, tapi juga dari psikologi sosial: bagaimana pikiran, emosi, dan perilaku masyarakat terbentuk oleh situasi sosial serta pengaruh orang lain.

 1. Teori Atribusi: Naluri Mencari "Siapa yang Salah"

Menurut Teori Atribusi (Weiner, 1995), manusia cenderung ingin tahu penyebab di balik peristiwa --- dan biasanya yang dicari adalah siapa yang harus disalahkan.
Ketika muncul kasus makanan berbelatung, publik spontan menuding pihak sekolah, penyedia katering, bahkan pemerintah pusat.

Inilah yang disebut fundamental attribution error --- kesalahan umum ketika kita menilai individu tanpa mempertimbangkan situasi yang lebih besar, seperti keterbatasan anggaran, logistik, atau kondisi lapangan. 

Dengan kata lain, masyarakat sering lebih cepat menilai "siapa" daripada memahami "mengapa."

2. Elaboration Likelihood Model, antara Viral dan Rasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun