Lihat ke Halaman Asli

Nugroho Purbohandoyo

menulis lepas, menulis apa saja

Misophobia, Apa Itu? Simak Penjelasan Psikolog Ramah Ini

Diperbarui: 24 Oktober 2022   13:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Psikolog RSI Banjarnegara, Jawa Tengah Alta Aviva Pamuji MPsi Psikolog | Dok Pri

BANJARNEGARA - Jangan-jangan kita mengalami misophobia, salah satu gangguan perilaku. Yuk simak penjelasan Psikolog RSI Banjarnegara, Jawa Tengah Alta Aviva Pamuji MPsi Psikolog berikut ini. Jika mengalami misophobia, semoga segera terlepas dari gangguan perilaku tersebut.
 
Menurutnya, misophobia adalah salah satu gangguan perilaku, dengan kata sederhana adalah ketakutan akan kontaminasi. Orang tersebut percaya bahwa dia dalam bahaya bersentuhan dengan kontaminan dan terinfeksi oleh debu dan kotoran.

"Perilakuknya bisa seperti mandi beberapa kali sehari, mencuci tangannya dan memakai sarung tangan untuk melindunginya. Dia bisa menggunakan handuk sebanyak sepuluh kali sehari karena dia tidak menggunakan handuk yang sama dua kali," ujar alumnus Magister Profesi Psikologi Klinis Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Ia menambahkan, orang dengan misophobia tersebut memiliki ketakutan yang tidak realistis akan bahaya dan bahkan tindakan sederhana memakan apel mengharuskan dia mencuci apel beberapa kali sebelum memakannya. Jika orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk melakukan ini, dia mungkin mengalami serangan panik.


Gejala misophobia diantaranya:

Orang tersebut memiliki ketakutan yang tidak wajar terhadap kotoran dan terus-menerus membersihkan dan mengelap dan membersihkan perabotan.

Orang tersebut menjadi cemas dan percaya bahwa dia akan mati dan mengalami nafas cepat berlebihan, dimana dia terengah-engah, merasa mual, tidak dapat berbicara dengan jelas, berkeringat banyak dan jantungnya berdebar kencang. Dia kemudian khawatir tentang jantungnya yang berdebar kencang dan memperburuk kondisinya.

Biasanya, orang dengan misophobia, meski telah diberitahu beberapa kali bahwa tidak ada bahaya tetapi karena dia telah menderita kondisi itu begitu lama, dia secara keliru percaya bahwa dia tidak akan pernah bisa disembuhkan dan menjalani hidupnya dengan mengkhawatirkan setiap hal kecil.

"Singkatnya, penderita memiliki pola kecemasan yang harus diubah. Ada ketakutan akan kehilangan kendali yang bisa saja dimulai di masa lalu dan ini harus diatasi," ujar Alta.

Terapi sangat membantu karena terapis dapat memandu penderita melalui ketakutannya ketika dia tenang dan orang tersebut melihat bahwa dia tidak perlu takut.

"Realitasnya diciptakan kembali dan ketakutannya diminimalkan. Jika dia tetap dengan program itu, dia dapat mengubah ketakutan irasional yang telah mengganggunya sepanjang hidupnya dengan pikiran yang sehat," ujarnya.

Menurutnya, yang bisa dilakukan untuk kasus seperti ini diantaranya, seperti memprogram ulang komputer, menghapus masa lalu dan menulis bab baru untuk diri sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline