Pendidikan kontemporer menghadapi tantangan yang semakin kompleks: globalisasi, perkembangan teknologi digital, krisis moral, pluralitas budaya, hingga tuntutan dunia kerja yang dinamis. Dalam konteks seperti ini, filsafat pendidikan berperan penting sebagai landasan berpikir dan pengarah orientasi pendidikan. Salah satu cabang pemikiran yang layak diperhatikan adalah filsafat pendidikan Islam. Meskipun berakar pada tradisi keagamaan, filsafat pendidikan Islam memiliki kontribusi signifikan bagi pendidikan kontemporer yang kian plural dan progresif.
Pertama, filsafat pendidikan Islam memberikan landasan normatif dan moral bagi pendidikan modern. Sistem pendidikan kontemporer cenderung terjebak pada orientasi pragmatis dan instrumental, yakni mencetak manusia agar siap memasuki pasar kerja semata. Akibatnya, dimensi moral, spiritual, dan etis kerap terabaikan. Filsafat pendidikan Islam hadir untuk mengingatkan bahwa tujuan pendidikan sejati bukan hanya mencetak tenaga kerja terampil, tetapi membentuk manusia yang utuh: beriman, berakhlak, berilmu, dan bermanfaat bagi masyarakat.^1
Kedua, filsafat pendidikan Islam menekankan integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum. Sejak masa klasik, ulama dan cendekiawan Muslim telah menunjukkan bahwa tidak ada dikotomi antara ilmu wahyu dan ilmu rasional-empiris. Tokoh seperti Al-Ghazali, Ibnu Sina, dan Al-Farabi mengembangkan sains, filsafat, dan teologi secara bersamaan.^2 Kontribusi ini relevan di era kontemporer ketika pendidikan sering terfragmentasi: sekolah agama terjebak dalam dogmatisme, sementara sekolah umum terlepas dari nilai spiritual. Filsafat pendidikan Islam dapat menjembatani jurang ini dengan mendorong kurikulum yang integratif, di mana sains dan teknologi diarahkan untuk kemaslahatan manusia, bukan sekadar kemajuan material.
Ketiga, filsafat pendidikan Islam mengajarkan pentingnya pendekatan holistik dalam membentuk manusia. Pendidikan bukan hanya mengisi kognisi, tetapi juga menyentuh afeksi (perasaan, sikap) dan psikomotor (tindakan nyata). Dalam tradisi Islam, aspek ini terwujud dalam konsep iman, Islam, dan ihsan.^3 Pendidikan kontemporer yang cenderung menekankan kecerdasan intelektual bisa memperkaya diri dengan filsafat pendidikan Islam yang menekankan kecerdasan spiritual dan emosional. Hal ini sejalan dengan kebutuhan abad ke-21 yang menuntut kompetensi soft skills seperti empati, kepemimpinan, kolaborasi, dan kemampuan menghadapi perbedaan.
Keempat, filsafat pendidikan Islam juga berkontribusi dalam menghadapi krisis identitas di era globalisasi. Arus informasi tanpa batas menyebabkan generasi muda mudah kehilangan orientasi, bahkan nilai-nilai lokal dan keagamaan. Melalui kerangka filsafat pendidikan Islam, peserta didik dipandu untuk memiliki identitas yang jelas sebagai manusia beriman sekaligus warga dunia yang terbuka. Pendidikan Islam kontemporer bisa melahirkan insan yang moderat: tidak eksklusif dan tertutup, tetapi juga tidak tercerabut dari akar nilai keislamannya. Konsep wasathiyah (moderasi) yang banyak digaungkan saat ini merupakan manifestasi dari visi filsafat pendidikan Islam.^4
Kelima, filsafat pendidikan Islam memberi kontribusi pada perumusan etika dalam penggunaan teknologi. Dunia modern menghadirkan kecanggihan teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), bioteknologi, dan lain-lain. Namun, tanpa landasan moral, teknologi bisa menjadi bumerang. Filsafat pendidikan Islam melalui konsep maqashid al-syari'ah (tujuan syariat) dapat memberi arahan bahwa setiap inovasi harus memastikan terjaganya agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.^5 Dengan demikian, pendidikan yang berlandaskan filsafat Islam dapat melahirkan generasi yang melek teknologi sekaligus sadar etika.
Namun demikian, agar kontribusi filsafat pendidikan Islam benar-benar terasa dalam pendidikan kontemporer, perlu ada upaya kontekstualisasi. Artinya, filsafat pendidikan Islam tidak boleh hanya dipahami sebagai warisan teks klasik semata, tetapi harus diterjemahkan dalam bahasa zaman sekarang. Misalnya, konsep tarbiyah bisa diimplementasikan melalui metode pembelajaran berbasis proyek, riset, dan kolaborasi. Konsep ta'dib (pembentukan adab) bisa diintegrasikan dalam program penguatan karakter di sekolah.^6 Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam bukan sekadar kajian teoritis, melainkan sumber inspirasi praktis bagi inovasi pendidikan.
Sebagai penutup, filsafat pendidikan Islam memiliki kontribusi yang sangat relevan bagi pendidikan kontemporer: ia memberi arah normatif, menjembatani ilmu agama dan umum, membentuk manusia secara holistik, memperkuat identitas di era globalisasi, serta membekali etika dalam menghadapi teknologi modern. Tantangan pendidikan masa kini terlalu besar jika hanya diserahkan pada pendekatan pragmatis dan sekuler. Dengan menghadirkan filsafat pendidikan Islam secara kontekstual, pendidikan kontemporer dapat lebih manusiawi, bermoral, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Catatan Kaki