Oleh: Nisrina Assyifa
Santri MAS KMI Diniyyah Puteri
Pernikahan merupakan peristiwa yang sangat sakral, baik dalam pandangan hukum agama maupun hukum negara. Tidak mengherankan jika persiapan menuju pernikahan sering kali menguras banyak energi, waktu, bahkan pikiran. Di Indonesia, pelaksanaan pernikahan diatur oleh berbagai ketentuan hukum yang berlaku. Aturan tersebut mencakup tata cara pelaksanaan, kelengkapan dokumen, hingga syarat-syarat administratif yang wajib dipenuhi oleh calon mempelai.
Sebagai mana dalam Pasal 1 undang-undang No. 1 tahun 1974 yang kemudian direvisi dengan undang-undang No.16 Tahun 2019, tentang perkawinan yang berbunyi, "Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa".
Pernikahan yang dilangsungkan antara dua warga negara Indonesia (WNI) umumnya memiliki persiapan dan kelengkapan dokumen yang relatif sederhana serta tidak terlalu rumit. Hal ini berbeda dengan pernikahan campuran atau pernikahan beda negara. Pernikahan beda negara merupakan ikatan pernikahan antara seorang warga negara Indonesia dengan seorang warga negara asing (WNA). Proses pernikahan lintas kewarganegaraan ini biasanya membutuhkan persyaratan tambahan, baik dari pihak Indonesia maupun negara asal pasangan WNA, sehingga membuat tahapannya lebih panjang dan kompleks. (Sumber: kalteng.kemenag.go.id)
Bagi pasangan yang melangsungkan pernikahan beda negara, terdapat sejumlah persyaratan tambahan yang harus dipenuhi. Proses ini cenderung akan lebih rumit dibandingkan pernikahan sesama warga negara, karena melibatkan aturan dari dua yurisdiksi sekaligus, yakni Indonesia dan negara asal pasangan WNA. Oleh sebab itu, waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan seluruh dokumen biasanya lebih lama. Pengurusan tersebut mencakup legalisasi dokumen, penerjemahan resmi, hingga pengesahan dari instansi terkait di kedua negara.
Bagi warga negara asing yang akan menikah harus menyertakan semua dokumen yang sudah di terjemahkan ke bahasa Indonesia oleh penerjemah yang di sumpah, kemudian di legalisir oleh kedutaan negara WNA tersebut yang berada di Indonesia, begitu juga dengan persiapan WNI . Semua persyaratan-persyaratan harus dipenuhi agar nantinya pernikahan bisa berlangsung secara lancar.
Pandangan masyarakat terhadap pernikahan antar negara pun berbeda beda, sebagian besar masyarakat di Indonesia menerima pernikahan antar negara, asal kan dengan syarat saling berkomitmen dan mencintai, namun masih ada beberapa masyarakat yang masih memandang pernikahan campuran dengan skeptis bahkan ada yang menganggapnya negatif, dikarenakan perbedaan agama, budaya dan bahkan kemungkinan konflik keluarga.
Beberapa faktor sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi masyarakat mengenai pernikahan antarnegara. Faktor-faktor tersebut meliputi perbedaan adat istiadat yang sering kali menimbulkan tantangan dalam penyatuan tradisi, serta perbedaan agama yang dapat menimbulkan perdebatan terkait tata cara pernikahan maupun kehidupan rumah tangga setelahnya. Selain itu, pengaruh budaya asing juga menjadi hal yang cukup dominan, karena dianggap dapat memengaruhi pola hidup maupun nilai-nilai keluarga.
Perbedaan bahasa sering kali menjadi kendala komunikasi, baik antar pasangan maupun dalam berinteraksi dengan keluarga besar. Tidak hanya itu, perbedaan pemahaman tentang keberagaman juga dapat menimbulkan gesekan, terutama apabila salah satu pihak memiliki pandangan yang lebih konservatif. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah tingkat pendidikan, sebab perbedaan latar belakang pendidikan dapat berdampak pada cara berpikir, gaya hidup, hingga pola komunikasi pasangan. Seluruh aspek sosial ini berperan dalam membentuk pandangan masyarakat---ada yang melihatnya sebagai hal positif yang memperkaya budaya, namun ada pula yang memandangnya penuh risiko dan menimbulkan kekhawatiran.