Lihat ke Halaman Asli

Nibras Andaru

Mahasiswa-Manusia Pembelajar

Membangun Literasi dari Akar Rumput : Pentingnya Ruang Belajar Alternatif Berbasis Masyarakat Sebagai Inisiatif Kolektif Kaum Intelektual

Diperbarui: 27 Agustus 2025   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi 2025)

Pendidikan di tanah air menghadapi tantangan kompleks dan memerlukan perhatian bersama terhadap masa depan anak-anak bangsa. Di berbagai daerah, khususnya pedesaan, masih banyak anak yang belum lancar membaca, menulis, dan berhitung. Ironisnya, kondisi ini tidak jarang terjadi meski daerah tersebut berdekatan dengan kota besar. Namun, kemampuan anak dan kualitas pendidikannya masih jauh dari harapan. Padahal, literasi menjadi fondasi penting bagi kemampuan berpikir kritis, komunikasi, dan pemecahan masalah, yang merupakan bekal utama masa depan anak bangsa.

Pembangunan pendidikan tidak dapat hanya mengandalkan pemerintah melalui kebijakannya semata. Ketidakcakapan pemerintah dalam meratakan akses pendidikan berkualitas pun masih terlihat nyata dan belum menunjukkan hasil yang memadai. Kondisi ini menjadi panggilan moral bagi kaum intelektual, baik di kampung halaman maupun di lingkungan tempat mereka menetap, untuk turun tangan langsung menghadapi realitas tersebut. Inisiatif dari kaum intelektual ini harus diwujudkan secara nyata, dengan kolaborasi bersama masyarakat lokal sebagai langkah strategis untuk merespon kelambatan sistem pendidikan dan tantangan zaman di tengah pesatnya kemajuan teknologi, sekaligus membangun gerakan literasi yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Salah satu langkah konkret sebagai contoh empiris hadir melalui program Teras Baca di Kampung Balong, Desa Gandamekar, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut. Program ini direalisasikan oleh mahasiswa KKN Kelompok 50 UIN Sunan Gunung Djati 2025 sebagai bentuk inisiatif bersama tokoh masyarakat lokal setelah sebelumnya melakukan diskusi dengan warga melalui forum rembug warga terkait permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Dari forum tersebut, teridentifikasi tiga masalah utama: masih banyak anak yang belum bisa membaca lancar, meningkatnya penggunaan gadget seperti handphone dan game digital yang mengalihkan perhatian anak-anak dari kegiatan belajar, serta belum tersedia ruang edukatif di luar sekolah, sehingga proses belajar hanya terbatas pada lingkungan sekolah formal.

Dalam konteks ini, Teras Baca tidak hanya berfungsi sebagai ruang belajar alternatif, tetapi juga sebagai langkah preventif untuk mengurangi kecenderungan anak bermain gadget secara berlebihan. Menurut Rahman (2023), penggunaan gadget tanpa pendampingan terbukti menurunkan kemampuan dasar anak dalam membaca dan menguasai bahasa. Dengan adanya ruang literasi yang menarik dan mudah diakses, anak-anak memiliki pilihan aktivitas yang lebih sehat, interaktif, dan mendidik, sehingga energi mereka tersalurkan ke kegiatan membaca dan berkreasi bersama teman sebaya.

Melalui Teras Baca, anak-anak yang sebelumnya kurang percaya diri dalam membaca mulai menunjukkan perubahan positif lewat pendampingan rutin. Program ini menyediakan buku-buku sesuai usia, kegiatan membaca bersama, storytelling, menggambar, menulis cerita, hingga menonton film edukatif. Anak-anak juga didorong untuk menceritakan kembali apa yang telah mereka gambar ataupun hasil bacaan mereka di depan teman-temannya. Hal tersebut bertujuan agar anak-anak dapat melatih keberanian, mengekspresi diri, dan meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum.

Freire (2000) berpendapat bahwa melalui pendekatan dialogis dan partisipatif dengan akar rumput, akan tercipta perubahan sosial yang berkelanjutan di masyarakat. Ia menegaskan bahwa manusia tidak diciptakan untuk diam, melainkan untuk memiliki kata dan kerja, yakni refleksi dan tindakan yang saling melengkapi. Pemikiran ini selaras dengan keberadaan Teras Baca, di mana anak-anak tidak hanya menjadi penerima informasi secara pasif, tetapi juga memperoleh ruang untuk berekspresi dan berdialog. Pendidikan formal sering kali berlangsung satu arah sehingga anak jarang mendapat kesempatan menyampaikan pendapat serta kurang meratanya perhatian terhadap setiap anak. Sebaliknya, kegiatan di Teras Baca setiap anak diberi kesempatan untuk berbicara, bercerita, dan mengekspresikan diri, sehingga proses belajar berlangsung lebih hidup, dialogis, dan menyenangkan.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi 2025)

Secara ilmiah, aktivitas storytelling memiliki manfaat yang luas. Berdasarkan riset fMRI oleh Hutton dkk. (2017), saat anak mendengar cerita, area otak yang aktif tidak hanya terkait bahasa, tetapi juga imajinasi, memori, dan pemahaman sosial. Membacakan cerita meningkatkan kosakata anak, memperkaya imajinasi, memperkuat fokus dan daya ingat, serta mempersiapkan mereka lebih baik untuk belajar di sekolah. Kehadiran fasilitator yang ikut bercerita juga penting secara emosional, karena anak merasa diperhatikan, aman, dan dicintai.

Dari perspektif Islam, membaca memiliki urgensi tinggi. Perintah pertama Allah SWT adalah Iqra (bacalah) sebagaimana dalam surat Al-Alaq ayat pertama. Dan perlu diketahui Al-Qur'an dipenuhi kisah-kisah. Kisah menjadi sarana melatih akal dan hati, sehingga membaca dan bercerita dapat mendidik karakter dan spiritual anak. Pemikiran ini dapat diperkaya dengan gagasan Ali Syariati, seorang intelektual Muslim yang menekankan pentingnya peran kaum intelektual untuk turun ke tengah masyarakat dan menjalankan tanggung jawab moralnya dalam mendorong kesadaran serta perubahan sosial. Dalam konteks Teras Baca, gagasan ini menemukan relevansinya: kegiatan membaca bersama, bercerita, dan berdialog menjadi bentuk nyata keterlibatan kaum intelektual dalam menghidupkan pendidikan yang berakar pada kehidupan sehari-hari masyarakat.

Bagi siapapun gerakan literasi ini juga dapat diterapkan secara mikro, bahkan di depan halaman rumah. Teras Baca mini dengan rak buku kecil, kotak literasi portable, atau meja sederhana dapat menampung buku cerita, komik edukatif, atau buku keterampilan ringan. Inisiator Teras Baca dapat mendampingi anak, memberi motivasi, menanyakan isi buku untuk melatih kemampuan bercerita, serta mengadakan aktivitas kreatif tambahan seperti menggambar atau menulis cerita pendek. Mekanisme ini menjadikan membaca kegiatan menyenangkan, bukan beban, sekaligus memperkuat interaksi sosial positif dalam lingkungan masyarakat. Adapun langkah untuk merealisasikan pusat belajar alternatif di daerah lainnya, beberapa langkah strategis dapat diterapkan:

  • Melakukan rembug warga untuk mengidentifikasi kebutuhan literasi anak-anak
  • Membentuk tim pelaksana kolektif yang melibatkan mahasiswa, guru, warga setempat, dan tokoh inspiratif
  • Menentukan lokasi strategis yang mudah diakses, seperti rumah warga, halaman masjid, atau sudut ruang publik
  • Menyediakan bahan bacaan yang relevan dengan sistem rotasi koleksi buku sesuai usia. Upaya ini dapat dilakukan melalui mekanisme open donasi maupun urunan warga sebagai bentuk partisipasi kolektif.
  • Menetapkan jadwal kegiatan, seperti membaca bersama, storytelling, dan aktivitas kreatif
  • Melibatkan tokoh inspiratif dan warga untuk menarik perhatian serta mendampingi anak-anak
  • Mengevaluasi program secara berkala dan menyesuaikan kegiatan sesuai kebutuhan lokal
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline