Lihat ke Halaman Asli

Lebaran, Taat Aturan, dan Budaya Berlalu Lintas

Diperbarui: 12 April 2025   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri: buku Kiai M. Faizi

Silaturrahim dengan mengunjungi sanak saudara adalah aspek substantif saat lebaran. Inilah momentum bertemu yang sangat penting. Meskipun sekadar bersalaman dan berbincang sesaat, namun banyak sekali manfaatnya dalam konteks kemanusiaan.

Satu hal penting yang diajarkan orang tua saya semasa kecil adalah membuat daftar yang harus dikunjungi dalam beberapa hari lebaran. Juga ada penjelasan tentang siapa saja mereka dan mengapa harus dikunjungi. Jadinya silaturrahim memiliki target dan tujuan yang jelas.

Hal semacam ini yang sampai sekarang saya lakukan. Tentu dengan tujuan yang tidak lagi sama persis dengan semasa kecil. Ada banyak yang sudah wafat. Juga ada tambahan famili karena sekarang saya sudah berkeluarga. Famili dari istri juga banyak. Mereka juga harus dikunjungi. Selain, tentu saja, saya menyediakan waktu untuk dikunjungi juga.

Silaturrahim berarti melakukan mobilitas. Perjalanan selama lebaran berbeda dengan hari-hari biasa. Jalanan cukup padat. Rasanya semua orang keluar rumah, khususnya untuk tujuan silaturrahim. Meskipun, banyak juga yang pergi ke tempat-tempat wisata atau bepergian dengan tujuan lain.

Lebaran mempertontonkan bagaimana masyarakat kita berkendara. Tidak taat aturan cukup mudah kita temukan. Egois dengan harapan segera sampai tujuan dilakukan dengan melanggar aturan dan tidak peduli kepentingan secara luas.

Kemacetan dan kecelakaan adalah akibat dari ketidaktaatan terhadap aturan. Selama lebaran, banyak kita temui atau dapatkan informasi tentang kecelakaan. Riset menunjukkan bahwa penghuni rumah sakit diisi oleh korban kecelakaan lalu lintas dalam jumlah rata-rata lebih dari 10 persen (Supiyono: 2018. 1). Di sinilah saya kira kita perlu merefleksikan kembali tradisi kita dalam berkendara.

Refleksi ini penting dilakukan sebagai bahan perbaikan ke depan. Kemajuan peradaban ditandai---antara lain---dari disiplin berlalu lintas. Semakin disiplin, semakin maju. Semakin banyak pelanggaran, potensi untuk maju agak berat.

Fenomena lalu lintas yang sarat pelanggaran sebenarnya tidak hanya terjadi saat lebaran. Pada hari biasa kondisinya tidak jauh berbeda. Hanya saat lebaran, volumenya meningkat.

Ada satu buku yang saya kira penting untuk dibaca terkait dengan bagaimana berlalu lintas. Buku yang saya maksudkan adalah karya M. Faizi dengan judul Tirakat Jalanan, Bahagia di Jalan Raya (Yogyakarta: Diva Press, 2024). Titik tekan buku ini adalah tentang tata tertib dan muamalah di jalan raya. Buku ini penting sebagai refleksi atas realitas jalan raya sebagai wilayah paling banal, liar, dan ruwet. 

Buku ini dibagi menjadi empat bab. Bab pertama bertajuk "Meraih Bahagia di Jalan Raya". Menurut saya, bagian ini menarik karena menjelaskan secara filosofis tentang bahagia. Bahagia itu berhubungan langsung dengan ketenangan. Dalam konteks jalan raya, bahagia bisa diperoleh dengan cara tirakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline