Lihat ke Halaman Asli

Selingkuh Tidak Selalu Salah

Diperbarui: 4 April 2017   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selingkuh tidak selalu salah. Kalau saja kamu istri yang patuh sama suami, kamu akan memberi ijin suamimu menikah lagi. Tapi kamu marah kalau ada teman yang dipoligami. Kamu mengancam minta cerai kalau itu terjadi padamu. Kamu jelas tidak mendukung. Saya pun selingkuh dan kemudian menikah siri diam-diam. Kenapa saya lakukan? Karena memiliki istri lebih dari satu itu diperbolehkan oleh agama kita. Ketimbang berjinah. Ketimbang sex di luar nikah. Selingkuh saya adalah selingkuh halal.

Rasanya tidak percaya dengan pendengaran saya ketika menerima cerita dari sang istri -sahabat saya- bahwa ucapan di atas disampaikan oleh suaminya setelah ketahuan memiliki istri lain.

Alangkah serasinya mereka sebagai pasangan. Alangkah cintanya anak-anak kepada ayahnya. Kepada ibunya. Alangkah sempurnanya keluarga itu di mata publik. Secara materi mereka kecukupan. Foto keluarga di rumah mereka nampak sempurna, wajah-wajah yang indah dipandang. Semua tersenyum saling merangkul.

Namun semua itu menjadi kepalsuan belaka. Ketika sang istri merasa dikhianati dan ditipu, suaminya malah mencoba meyakinkan bahwa perbuatannya tidak salah secara agama. (Ajaibnya!) Malah sang suami menasihati istrinya bahwa istri yang salehah adalah istri yang menyetujui suaminya menikah lagi ketimbang terjerumus perjinahan. Suaminya membutuhkan lebih dari satu istri, ketimbang berjinah seharusnya direlakan menikah lagi.

Butuh berapa istri sih?  Ternyata beberapa. Belakangan kemudian ketahuan.

Weeeeek.

***

Selingkuh tidak salah karena menjadi istri  muda itu boleh menurut agama. Saya tahu bahwa kamu tidak memberi ijin pada suamimu. Tapi suamimu bilang, biarlah  itu urusan lelaki (dia). Saya tidak bermaksud jahat padamu. Saya tidak bermaksud merebut suamimu. Kita bisa rukun. Kita dukung suamimu supaya menjadi suami yang adil.

Begitulah yang dikatakan wanita itu kepada si istri tua. (Masya Allah!) Malah dinasihatinya sang istri tua untuk ikhlas menerima dirinya. Berani dan tabah sekali dia datangi si istri tua. Sementara istri pertama itu seorang wanita terhormat yang tidak dapat bertindak kasar, atau berkata keras.

Menatap wanita itu dengan amarah yang ditunjukkannya secara terang benderang. TIDAK. Katanya.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline