Reformasi birokrasi di Indonesia terus bergulir sebagai bagian dari upaya memperbaiki kualitas layanan publik dan meningkatkan profesionalisme aparatur sipil negara (ASN). Salah satu pilar penting dalam reformasi ini adalah penerapan merit system, terutama dalam aspek pengembangan karier ASN.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) Pasal 1, sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.
Merit system bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, profesional, dan kompeten, dengan menjadikan kompetensi, kinerja, dan kualifikasi sebagai dasar utama dalam perencanaan dan pengembangan karier pegawai negeri. Namun, pertanyaannya: sudahkah sistem yang ada mendukung pengembangan karier ASN berdasarkan kualitas, bukan relasi?
Isu ini penting karena selama bertahun-tahun, pengembangan karier ASN di Indonesia masih dihantui stigma "yang dekat lebih cepat naik jabatan."Di tengah upaya reformasi birokrasi yang terus didorong pemerintah, salah satu tantangan utama yang masih dihadapi di berbagai daerah adalah penerapan sistem karier aparatur sipil negara (ASN) yang adil dan berbasis kinerja. Tak bisa dipungkiri, masih banyak persepsi dan bahkan pengalaman nyata di lingkungan birokrasi yang menunjukkan bahwa promosi atau pengembangan karier ASN lebih sering dipengaruhi oleh faktor non-kompetensi---seperti kedekatan pribadi, loyalitas politik, atau pertimbangan subjektif---daripada prestasi, kemampuan, atau potensi. Inilah yang menjadi salah satu penyebab terhambatnya promosi ASN yang berkompetensi tinggi karena sistem penilaian yang tidak transparan, sedangkan individu yang kurang layak bisa mendapatkan jabatan strategis karena memiliki "akses" yang lebih baik. Kondisi ini menurunkan semangat ASN yang berprestasi dan menciptakan ketimpangan internal yang merugikan organisasi.
Dari sisi regulasi, dasar hukum mengenai penerapan merit system dalam pengembangan karier ASN sudah sangat kuat. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara secara tegas menyatakan bahwa manajemen ASN dilaksanakan berdasarkan sistem merit, yakni kebijakan dan manajemen SDM ASN yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa diskriminasi. Lebih rinci, Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS (yang telah diubah dengan PP No. 17 Tahun 2020) menjabarkan bahwa pengembangan karier dilakukan melalui promosi, rotasi, dan mutasi yang berbasis pada hasil evaluasi kinerja dan pemetaan potensi.
Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan gagasan solusi yang sistematis. Pertama, perlu dibangun sistem informasi manajemen kepegawaian (SIMPEG) berbasis digital dan integratif, yang mampu menyimpan data rekam jejak ASN secara menyeluruh---meliputi pendidikan, pelatihan, kinerja, pengalaman, dan kompetensi. Data inilah yang harus menjadi dasar dalam menyusun rencana pengembangan karier.
Kedua, instansi pemerintah perlu mulai mengembangkan talent pool ASN, yaitu daftar pegawai berpotensi tinggi yang dipersiapkan untuk menduduki posisi strategis atau kumpulan data ASN yang dianggap potensial dan kompeten untuk menduduki jabatan tertentu di instansi pemerintah, baik saat ini maupun di masa depan. Penyusunan harus berdasarkan penilaian kinerja objektif, bukan berdasarkan lobi atau pengaruh non-profesional. Talent pool dikelola oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan menjadi bagian dari manajemen talenta ASN untuk memastikan penempatan pegawai yang tepat dan pengembangan karir yang berkelanjutan. Ini akan memastikan bahwa hanya ASN terbaik yang menempati posisi penting dalam birokrasi.
Ketiga, pelatihan dan pengembangan kompetensi ASN harus bersifat terarah dan berkelanjutan. Tidak cukup hanya mengikuti diklat untuk pemenuhan angka kredit, tetapi harus benar-benar membentuk kemampuan manajerial, teknis, dan kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan jabatan.
Dan terakhir, budaya organisasi juga perlu dibangun untuk mendukung meritokrasi. ASN harus diberi ruang untuk berinovasi dan berkinerja tanpa takut tersisih karena tidak "bermain aman" secara politis. Penghargaan harus diberikan kepada mereka yang berprestasi, sementara pembinaan dilakukan secara adil terhadap mereka yang belum memenuhi target.
Dengan demikian, merit system dalam pengembangan karier ASN bukan hanya amanat undang-undang, tetapi merupakan keharusan untuk membangun birokrasi yang kompeten, profesional, dan siap menghadapi tantangan pelayanan publik ke depan. ASN bukan sekadar pelaksana administratif, tetapi aktor penting dalam pembangunan negara. Maka, sistem karier yang adil dan berbasis merit bukan hanya adil bagi ASN, tetapi juga berdampak langsung bagi kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI