Lihat ke Halaman Asli

Istudiyanti Priatmi

Fortiter in re, suaviter in modo (Claudio Acquaviva, SJ)

Pasal Penghapus Pidana bagi Disabilitas Mental/Intelektual?.

Diperbarui: 26 Maret 2025   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Ibu, putra saya menderita gangguan mental, meski IQ tinggi yakni 122.  Diagnosa anak adalah CD (conduct disorder).  Saya takut ia berpotensi diadukan tetangga yang binatang kesayangannya dipukuli anak saya", demikian antara lain curhat seorang Ibu kepada saya sebagai ketua komunitas disabilitas.

Disabilitas mental dan intelektual berpotensi menjadi terlapor kasus kriminal yang diadukan pihak ketiga yang merasa dirugikan.  Tindakan anti sosial yang dilakukan misal: mengamuk memecahkan perabot rumah, mencelakai orang sekitar, merusak rumah dan fasilitas umum, percobaan membakar rumah keluarga, percobaan membuka gas dalam ruang tertutup di ruang keluarga, membanting anak kucing, bahkan meremas anak hewan peliharaan tetangga hingga pingsan lantas mati.  Lantas apakah ada pasal "pemaaf" atau "pembenar" atau penghapus pidana bagi kondisi disabilitas di atas bila "kumat" atau tantrum?.  

Hukum di Indonesia hingga hari ini masih berlaku KUHP lama yang memiliki pasal "pemaaf" yakni Pasal 44 KUHP Lama, namun  pasal tersebut tidak berlaku lagi di 2026 atau 3 tahun sejak diundangkannya KUHP baru sebagai gantinya UU Nomor 1 Tahun 2023 Pasal 38 dan 39. 

DEFINISI DISABILITAS MENTAL DAN INTELEKTUAL

Menurut Penjelasan UU no. 8 tahun 2016 Pasal 4 yang dimaksud disabilitas dengan mental dan intelektual adalah:

  • Huruf b: "Penyandang Disabilitas Intelektual" adalah terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome.
  •  Huruf c: "Penyandang Disabilitas Mental" adalah terganggunya fungsi pikir, emosi dan perilaku, antara lain:
  • psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas dan gangguan kepribadian.
  • disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan hiperaktif.

TIDAK CAKAP SEBAGAI UNSUR "PEMAAF"

Dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 dinyatakan dalam Pasal 32 yakni Penyandang Disabilitas dapat dinyatakan tidak cakap dengan penetapan Pengadilan Negeri.

Dua kata "tidak cakap" berarti tidak dapat bertanggung jawab dalam hukum, sebagai unsur penghapus pidana. 

PASAL 44 KUHP LAMA

Pasal 44 menyatakan:

1. Perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan dan tidak dapat dipidana, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau karena terganggu oleh sebab penyakit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline