Lihat ke Halaman Asli

haydar wafa

mahasiswa

Status anak diluar nikah menurut ulama Mazhab dan hukum positif

Diperbarui: 29 September 2025   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kedudukan Anak Luar Nikah dalam Fiqh dan Hukum Islam

Masalah mengenai anak luar nikah atau anak dari hubungan terlarang seringkali menjadi topik yang diperdebatkan dalam fiqh Islam dan hukum di Indonesia. Masalah utama berkaitan dengan status keturunan, hak waris, hubungan mahram, dan tanggung jawab ayah kandung kepada anak tersebut.

1. Pandangan Mazhab Fiqh

Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali: Mereka berpendapat bahwa anak luar nikah dianggap sebagai orang lain (ajnabiyyah) oleh ayah kandungnya. Anak tersebut tidak memiliki hubungan keturunan, tidak memperoleh hak waris, dan tidak berhak atas nafkah. Sebenarnya, dalam hukum fiqh, ayah biologis diperbolehkan menikahi anak perempuan hasil zina karena tidak ada ikatan nasab yang sah. Imam Syafi'i menyatakan bahwa zina tidak menciptakan hubungan mahram. Oleh karena itu, seorang laki-laki yang berzina tidak otomatis dilarang menikahi kerabat perempuan yang berzina, dan sebaliknya.

Mazhab Hanafi: Abu Hanifah berpendapat bahwa anak yang lahir dari zina dapat dinasabkan kepada suami sah ibunya tanpa memperhatikan kapan kehamilan terjadi. Selain itu, apa yang tidak diperbolehkan dalam pernikahan sah juga tidak diperbolehkan dalam hubungan di luar pernikahan. Misalnya, seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan masih dilarang menikahi ibu, anak perempuan, atau saudara perempuan dari perempuan itu. Pandangan ini muncul karena menurut Abu Hanifah, menikah itu berarti ada hubungan fisik.

2. Dilema Nasab dan Hak Anak Zina

Ada perdebatan besar ketika anak dari zina dianggap tidak memiliki hubungan keturunan dengan ayah biologisnya. Jika anak tersebut dianggap tidak memiliki hubungan nasab, maka secara logis ia seharusnya bisa menikah dengan ayahnya atau saudaranya sendiri, yang jelas menimbulkan masalah moral dan hukum.

Beberapa ulama berpendapat bahwa sulit untuk memisahkan sepenuhnya antara hubungan darah dan hubungan keturunan yang sah. Jadi, muncul pandangan bahwa meskipun anak dari zina tidak memiliki hak waris, ayah biologis tetap memiliki tanggung jawab moral dan kemanusiaan terhadap anaknya.

3. Islam Menolak Istilah "Anak Haram"

Dalam Islam, istilah "anak haram" tidak ada. Yang bersalah adalah orang tua yang berzina, bukan anak yang lahir. Al-Qur'an (QS. Al-Hujurat: 13) menjelaskan bahwa martabat manusia dinilai dari ketaqwaannya, bukan dari asal-usulnya. Jadi, semua anak punya hak yang sama di hadapan Allah, hukum, dan masyarakat.

4. Pandangan Hukum di Indonesia

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline