Mohon tunggu...
Saba Bercerita
Saba Bercerita Mohon Tunggu... Bagian dari Saba Purwakarta

Ragam konten tulisan dari Saba Purwakarta tentang segala hal yang tersembunyi dari sejarah Purwakarta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bioskop di Purwakarta: Dari Amal hingga Misbar

27 September 2025   18:15 Diperbarui: 27 September 2025   18:15 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak Depan Bioskop Priangan Pada Tahun 2015 (Sumber: Google Street View. 2015)

Bioskop di Purwakarta

Bioskop merupakan hiburan mewah pada masa kolonial. Pada tahun 1926, terbit film dengan nuansa Nusantara pertama di Hindia Belanda. Film tersebut berjudul Lutung Kasarung, diproduksi oleh Java Film Company. Lutung Kasarung berkisah tentang legenda Sunda yang menceritakan seorang Guruminda yang dikutuk menjadi lutung/monyet lalu bertemu dengan Purbasari yang dimusuhi oleh Purbararang sebab kecantikannya. Pembuatan film Lutung Kasarung didasari atas keresahan terhadap mulai banyaknya film-film Barat yang dianggap bernilai negatif bagi penduduk pribumi sebab lebih sering menonjolkan adegan kekerasan, sehingga diperlukan suatu film dengan nuansa baru yang memiliki nilai positif dan bernuansa lokal, dan terciptalah film Lutung Kasarung yang pertama kali ditayangkan di Bandung.

Pada masa pasca kemerdekaan, muncul tokoh film Nasional, yaitu Usmar Ismail. Dirinya dikenal sebagai Bapak Film Nasional. Karyanya yang fenomenal ialah Darah dan Do'a, berkisah tentang pasukan TNI Divisi Siliwangi yang melakukan long march kembali pulang dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Film ini tayang pada tahun 1950. Kisah perkembangan bioskop di Purwakarta juga tak kalah menarik.

Bioskop di Purwakarta pada masanya bukan hanya sekedar tempat mencari hiburan semata, melainkan juga sebagai tempat untuk penggalangan dana. Hal ini pernah terjadi di salah satu bioskop yang ada di Purwakarta, pada tahun 1931. Kala itu, perkumpulan Pasundan Istri mengadakan pertunjukkan amal sebagai upaya mereka dalam mendirikan sekolah di Purwakarta. Bataviaasch Nieuwsblad, 08 Desember 1931 mewartakan sebagai berikut:

"Perkumpulan cabang Pasundan dan Pasundan Istri melakukan pertujukkan teater di bioskop di Purwakarta, yang hasilnya disumbangkan bagi pembangunan sekolah pribumi yang ada di Purwakarta. Pertunjukkan ini mendapat minat yang sangat tinggi, baik dari kalangan Pribumi maupun Eropa, sebab menampilkan pertunjukkan yang berasal dari kisah Sunda, yang berjudul 'Nyi Sarankana'".

Kisah tentang bioskop di Purwakarta pun berlanjut pada era tahun 1950. Tepatnya pada 16 Februari 1950, dua bulan setelah pengakuan kemerdekaan oleh pihak Belanda. Kisah ini datang dari seorang veteran Belanda yang pernah bertugas di Purwakarta, bernama P.F. Berens. Dalam surat kabar Volkstrant, 22 Juni 1991, dirinya mengenang pengalaman menonton bioskop di Purwakarta sebagai pengalaman yang menegangkan dan penuh emosi.

Kala itu, P.F. Berens hendak menonton film di salah satu bioskop yang ada di Purwakarta. Namun, sesaat kemudian dirinya dikejutkan dengan sekelompok prajurti TNI, dan ditengah kelompok TNI tersebut terdapat seorang yang bernama Poncke Princen. Princen merupakan orang yang sangat dicari oleh pasukan Belanda kala itu. Bukan tanpa sebab, dirinya dianggap sebagai pembelot karena memilih bergabung ke dalam pasukan Indonesia. Sebagai dampaknya, pihak Belanda tak jarang mengalami banyak kerugian saat bertemu dengan pasukan Indonesia yang dipimpin oleh Princen.

Kembali ke bioskop, saat perjumpaan itu terjadi, Berens menuturkan bahwa suasana menjadi cukup tegang baginya. Dirinya justru lebih banyak memperhatikan Princen daripada menonton film yang sedang tersaji.

"Tentara Indonesia, bersenjata lengkap, dengan desertir Princen di tengah-tengah mereka. Kami merasakan amarah yang tak berdaya. Dengan hampir dua bulan kemerdekaan yang sedang dibuat, kami berjalan-jalan tanpa senjata. Begitu masuk, ketegangan terasa nyata, dengan gerombolan Princen di sebelah kanan kami, yang kepadanya kami lebih memperhatikan daripada filmnya. Satu tindakan yang tidak dipertimbangkan dengan baik bisa saja melepaskan semua neraka. Namun, tidak ada yang terjadi, dan dengan desertir itu di dalam lingkaran banyak senapan mesin ringan, tentara TNI menghilang lagi sesudahnya." (Volkstrant, 22 Juni 1991)

Bioskop dan Misbar Priangan

Salah satu bioskop tertua di Purwakarta ialah Bioskop Priangan yang terletak di Jalan Sudirman. Sebagaimana bioskop jadul pada umumnya, gedung bioskop ini hanya memiliki satu ruangan sebagai tempat untuk pemutaran film. Dahulu, sebelum muncul bioskop-bioskop modern di Purwarkarta, Bioskop Priangan merupakan satu dari tiga bioskop legendaris yang ada di Purwakarta rentang tahun 70-90-an. Ketiga bioskop tersebut ialah Priangan, Raya (kini menjadi BJB Purwakarta), dan Plaza.

Bioskop Priangan didirikan oleh Bapak Subita pada 10 Maret 1972. Selain mendirikan bioskop, Bapak Subita juga turut mendirikan Hotel Priangan, persis di samping bioskop. Pada masanya, Bioskop ini memiliki jam tayang pada pukul 17.00 WIB, 20.00 WIB, dan ada jam khusus yang bernama Mid Night Show pada jam 00.00 WIB. Berbagai film telah banyak ditayangkan, baik film produksi Indonesia, India, Amerika dan Eropa. Dari Susana, Serpihan Mutiara Retak, hingga Grease yang terkenal sebab dibintangi oleh John Travolta Olivia Newton-John turut memeriahkan Bioskop Priangan kala itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun