Lihat ke Halaman Asli

Harry Dethan

TERVERIFIKASI

Health Promoter

Melihat Tren Jogging yang Menular, Ditinjau dari Social Cognitive Theory

Diperbarui: 28 Juni 2025   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Kementerian Pariwisata RI

Jogging kini menjelma menjadi fenomena sosial yang merambah berbagai kalangan, dari remaja hingga dewasa, dari komunitas kecil hingga publik figur. Ada yang memang sudah lama menjadikan jogging sebagai bagian dari gaya hidup sehat, ada pula yang baru mencoba karena aktivitas ini sedang viral di media sosial. Apapun alasan di baliknya, satu hal yang pasti: tren jogging membawa dampak positif yang patut diapresiasi. Bukankah lebih baik jika yang viral dan diikuti adalah kebiasaan sehat, bukan sekadar sensasi sesaat yang kurang bermanfaat?

Untuk memahami mengapa tren jogging begitu mudah menyebar dan diikuti banyak orang, kita bisa meniliknya dari sudut pandang Social Cognitive Theory (SCT) yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi secara dinamis oleh tiga faktor utama: personal, perilaku, dan lingkungan. Ketiganya saling terhubung dan membentuk sebuah siklus pengaruh yang terus-menerus.

Faktor personal merujuk pada pengetahuan, keyakinan, dan motivasi seseorang. Dalam konteks jogging, hampir semua orang sudah memahami bahwa olahraga, termasuk jogging, memiliki manfaat besar bagi kesehatan fisik dan mental. Pengetahuan ini menjadi fondasi awal yang mendorong seseorang untuk mulai bergerak. Faktor kedua adalah perilaku, yaitu keterampilan atau kemampuan untuk melakukan aktivitas tersebut. Seiring waktu, seseorang yang mulai jogging akan belajar teknik-teknik dasar, seperti pemanasan, postur tubuh yang benar, hingga cara mengatur napas. Proses belajar ini bisa didapat dari pengalaman pribadi, membaca artikel, atau menonton video tutorial.

Faktor ketiga, lingkungan, menjadi pemicu yang sangat kuat dalam tren jogging saat ini. Lingkungan di sini tidak hanya berarti tempat fisik, tetapi juga jejaring sosial, baik secara langsung maupun virtual. Ketika seseorang melihat teman-temannya rutin jogging lalu membagikan momen itu di media sosial, muncul dorongan untuk ikut serta. Apalagi jika ada ajakan langsung atau komunitas yang mendukung, motivasi pun semakin kuat. Fenomena ini dikenal sebagai efek domino sosial yang sederhananya berarti: satu orang memulai, yang lain mengikuti, lalu menyebar ke lingkaran yang lebih luas. Inilah kekuatan lingkungan dalam membentuk dan mempertahankan perilaku sehat.

Dari kacamata SCT, tren jogging yang sedang hype bukan sekadar ikut-ikutan tanpa makna. Justru, ini adalah contoh nyata bagaimana perilaku positif bisa menyebar luas melalui interaksi antara pengetahuan, keterampilan, dan pengaruh sosial. Seseorang yang awalnya hanya coba-coba, lama-kelamaan bisa menjadi pelaku aktif, bahkan menginspirasi orang lain untuk ikut bergerak. Efek domino inilah yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam membangun budaya hidup sehat di masyarakat.

Lalu, apa sebenarnya jogging itu? Jogging adalah bentuk olahraga lari santai dengan kecepatan sedang, biasanya dilakukan di ruang terbuka seperti taman atau jalur khusus. Jogging tidak memerlukan peralatan khusus, mudah dilakukan kapan saja, dan relatif aman untuk berbagai usia. Manfaat jogging sangat banyak, mulai dari meningkatkan kesehatan jantung dan paru-paru, membantu menjaga berat badan ideal, memperkuat otot dan tulang, hingga meningkatkan suasana hati dan mengurangi stres. Riset menunjukkan bahwa aktivitas aerobik seperti jogging juga dapat menurunkan risiko berbagai penyakit kronis, seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan gangguan kecemasan.

Selain manfaat fisik, jogging juga memberikan keuntungan sosial dan psikologis. Berjogging bersama teman atau komunitas dapat mempererat hubungan sosial, meningkatkan rasa kebersamaan, dan memberi dukungan moral untuk tetap konsisten. Bahkan, sekadar melihat orang lain jogging di media sosial bisa menjadi pemicu motivasi tersendiri. Ini membuktikan bahwa lingkungan sosial, baik nyata maupun virtual, sangat berperan dalam membentuk kebiasaan sehat.

Pada akhirnya, tren jogging yang sedang melanda bukanlah sekadar fenomena sesaat. Ia adalah contoh nyata bagaimana perilaku positif bisa menular dan membentuk budaya baru yang lebih sehat. Dengan memahami mekanisme di baliknya melalui Social Cognitive Theory, kita bisa semakin sadar bahwa setiap aksi kecil, seperti mengajak teman jogging atau membagikan pengalaman positif di media sosial, dapat menjadi pemicu perubahan yang lebih besar di masyarakat. Jadi, mari manfaatkan tren ini untuk terus bergerak, menularkan semangat sehat, dan membangun lingkungan yang saling mendukung demi kualitas hidup yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline