Lihat ke Halaman Asli

Hani Nuraini

Mahasiswa

Mengenal Tradisi Wahyu Kliyu

Diperbarui: 7 Oktober 2025   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Wahyu Kliyu adalah sebuah tradisi adat dan ritual doa melemparkan apem sebanyak 344 sambil melantunkan kalimat Ya Hayyu Ya Qoyyum yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Kendal (Kendal Lor dan Kendal Kidul), Desa Jatipuro, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, yang biasanya dilaksanakan pada tanggal 15 Suro. Tradisi ini dilakukan untuk menolak bala dan wujud syukur para masyakarat atas nikmat serta keselamatan yang dikaruniakan oleh Sang Pencipta.

Wahyu Kliyu berasal dari Bahasa Arab yaitu Ya Hayyu Ya Qayyum yang bermakna memohon kekuatan dan memohon kehidupan kepada Sang pencipta yang kemudian dalam lidah masyarakat menjadi "Wahyu Kliyu". Tradisi ini juga sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh pemerintah (Kemdikbud) pada tahun 2020.

Awal mulanya tradisi Wahyu Kliyu ini pada tahun 1844, masa kolonial Belanda, masyarakat Dusun Kendal mengalami musibah (pagebluk) bencana kekeringan, kemarau panjang, dan para warga yang tiba tiba terserang wabah penyakit. Bahkan Ki Rengga Wijaya, sebagai kepala dusun terus mendapat laporan bahwa warganya mengalami kondisi sakit, yang diparibasan "esuk lara sore mati, sore lara esuk mati" yang artinya pagi sakit sore meninggal, sore sakit pagi meninggal.

Karena keadaan yang mengkhawatirkan tersebut, Ki Rengga Wijaya mengajak  masyarakat untuk doa bersama di rumahnya. Namun, kejadian tidak terduga terjadi kembali, Dusun Kendal diguncang gempa hebat yang sampai membuat tanah terbelah cukup dalam. Penasaran dengan peristiwa tersebut, Ki Rengga bersama warga sekitar mencoba mengukurnya menggunakan bambu. Ternyata, di bagian ujung bambu terdapat uang logam yang bertuliskan angka 344.

Karena kejadian aneh  yang dialami warga, Ki Rengga mengutus orang kepercayaannya untuk menghadap ke Keraton Solo bersama Nyai Randha Menang. Setelah menceritakan kejadian tersebut, Ki Rengga diminta untuk melakukan : membaca dzikir "Ya Hayyu Ya Qayyum" pada tengah malam sebanyak 344 kali, dimulai dengan bacaan basmallah, membuat apem sebanyak 344 buah dari setiap keluarga, sebagai penanda hitungan dzikir agar tidak keliru, lalu melemparkan apem satu per satu ke atas lembaran daun pisang, sambil mengucapkan dzikir, tepat pada malam bulan Suro. Setelah prosesi selesai, apem ditutup dengan daun pisang lalu didoakan untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Kendal. Kemudian, apem dibagikan kepada masyarkat sekitar.

Saat ini tradisi Wahyu Kliyu menjadi tanggung jawab bersama masyarakat Kendal, Jatipuro, agar nilai-nilai kebaikan yang terkandung di dalamnya tetap hidup dari generasi ke generasi. Melalui keterlibatan aktif warga, dukungan pemerintah daerah, serta pengenalan kepada kaum muda, tradisi ini juga sebagai sarana mempererat persaudaraan dan memperkuat identitas budaya lokal. Dengan cara itu, Wahyu Kliyu akan terus lestari sebagai warisan budaya yang menjadi kebanggaan masyarakat Karanganyar, dan juga bagian penting dari kekayaan budaya bangsa Indonesia.

Sumber :

Kumparan.com : Mengenal Tradisi Wahyu Kliyu yang Digelar Setiap Bulan Suro

Kemendikdasmen : Wahyu Kliyu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline