Lihat ke Halaman Asli

Gregorius Nafanu

TERVERIFIKASI

Pegiat ComDev, Petani, Peternak Level Kampung

Pagi Guru, Sore Petani untuk Menafkahi Keluarga

Diperbarui: 25 November 2022   21:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru Soalihin, mengajar siswa dan orang tua selama Pandemi Covid-19 di Kec Laboya Barat, Sumba Barat, NTT (dok foto: Soalihin via kompas.com)

"Serentak Berinovasi, Wujudkan Merdeka Belajar". Demikian tema Hari Guru Nasional tahun 2022. Setiap tanggal 25 November,  bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Guru Nasional, sekaligus menjadi Hari Ulang Tahun PGRI, organisasi yang memayungi seluruh guru di Indonesia. 

Hari Guru Nasional sendiri, ditetapkan oleh Presiden Soeharto dalam Kepres No 78 Tahun 1994. 

Namun saya tidak akan bercerita mengenai inovasi plus merdeka belajar  yang dijadikan sebagai tema kali ini. Para guru, tentunya lebih tahu dari saya tentang itu. Tetapi tentang kisah kegiatan almarhum ayah saya bersama rekan-rekan gurunya, selagi masih aktif menjadi guru di salah satu SD di pelosok Nusantara. Tepatnya di SDK Non, Kecamatan Biboki Feotleu, Kabupaten TTU, NTT.

Layaknya sekolah-sekolah di pelosok saat itu, jarang ada SD Negeri. Hanya ada satu SDN di ibu kota Kecamatan, lalu bertambah beberapa untuk menampung jumlah anak usia sekolah yang terus bertambah.

Kreatif. Tarmin, Guru SMKN 2 Ponorogo bertani sayur di atap  rumah (dok foto: Pramita Kusumaningrum/indozone.id)

Beruntungnya, sekolah swasta di sana saat itu mendapatkan status bersubsidi. Semua guru berstatus PNS, ditambah beberapa guru muda tamatan SPG yang dengan sukarela mengabdi di sekolah, sambil menyiapkan diri untuk mengikuti serangkaian tes untuk menjadi guru PNS.

Tak hanya itu. Gedung sekolah pun dibangun oleh pemerintah. Buku-buku pelajaran seratus persen berasal dari pemerintah pula. Dan tak sepeser pun kami dipungut biaya pendidikan alias sekolah gratis.

Belakangan saya baru tahu, bahwa para guru honor sukarela itu mendapatkan uang ala kadarnya. Dari hasil usaha sekolah kami. Ada dua sumber penghasilan sekolah waktu itu. Pertama, dari minyak kelapa yang kami buat dan antar ke rumah guru-guru. Harganya telah disepakati oleh para guru. Tinggal dipotong dari gaji para guru berstatus PNS.

Kedua, pada musim tanam padi, membersihkan gulma, dan panen, kami siswa kelas 3-6 biasa diupah untuk bekerja. Seminggu sekali, maksimal 2 jam. Orang tua pun mengijinkan anaknya ikut kegiatan. Uang dari hasil kegiatan inilah yang digunakan untuk biaya sekolah, termasuk mengalokasikan sedikit dana bagi guru-guru muda itu.

Guru menjadi motivator dan pendamping siswa untuk belajar, kreatif dan inovatif (dok foto: inovasi.or.id)

Menjadi Guru dan Petani

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline