Desa Bareng, adalah salah satu desa yang akan dibahas dalam artikel ini. Desa Bareng terletak di Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk wilayah Selatan tepat di Lereng Gunung Wilis. Termasuk salah satu desa yang masih sangat asri dan kental akan budayanya hingga saat ini. Banyak sekali kepercayaan kuno yang masih dianut, dengan alih-alih untuk keselamatan Desa Bareng itu sendiri, hingga demi kemakmuran Desa Bareng sendiri. Sebagaimana dalam artikel ini, akan membahas salah satu sejarah tentang kebiasaan unik warga Desa Bareng, yaitu setiap bulan Suro diadakan arak-arak Jaranan, Reog Ponorogo dan Pagelaran Wayang Kulit. Arakan Jaranan dan Reog dari satu dusun ke dusun lainnya.
Sebelum membahas mengenai adat budaya, kita kan bahas profil Desa Bareng ini sendiri. Desa Bareng hingga sekarang belum ada yang mengetahui secara tepat kapan berdirinya atau babat tanah Desa Bareng. Secara pengertian kata "Bareng" sendiri atau biasa cara membacanya "Mbareng" ini merupakan dari dua kata dalam bahasa Jawa yang dijadikan satu, yaitu Ombo dan Pereng. Ombo memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu Luas, dan Pereng adalah terjal. Sesuai dengan letak geografis Desa Bareng sendiri yang luas namun juga terjal.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa "Bareng" sendiri dalam bahasa Indonesia memiliki arti bersama-sama. Jadi dari pengertian tersebut juga dipakai sebagai visi misi gerak perkembangan dan kemajuan pemerintah Desa Bareng. Warga Desa Bareng juga seringkali mendapatkan apresiasi dari PEMDA Kabupaten Nganjuk sebagai Desa ramah dan gotong royong, bahkan seringkali mendapatkan juara Desa lainnya. "Menandakan bahwa nama sebuah desa sebagai cerminan desa itu sendiri, sebagaimana indahnya Desa Bareng yang penuh kemakmuran karena selalu bersama-sama." Ucap Kepala Desa Bareng.
Dalam wawancara mengenai Desa Bareng ini, penulis menjadikan Ilham Nova Widyatmoko sebagai narasumbernya. Ilham adalah seorang Kepala Desa Bareng, yang termasuk Kepala Desa termuda se-Kabupaten Nganjuk. Dalam perbincangan singkat itu, kami membahas mengenai sejarah munculnya adat istiadat arak-arakan dan pagelaran wayang tersebut.
Jaranan
Jaranan adalah kesenian Jawa Timur yang masih bertahan hingga kini dan memuat nilai moral serta identitas budaya Indonesia. Awalnya, jaranan menggambarkan prajurit gagah yang menunggang kuda, namun menurut Soenarto Timoer dalam "Reog Jawa Timur," penari kini merepresentasikan kuda itu sendiri. Selain itu, jaranan juga mengandung unsur keagamaan, seperti penghormatan kepada leluhur, penggunaan sesaji, doa, dan ritual ruwatan untuk menolak bala, yang dipimpin oleh pawang. Tradisi ini mencerminkan perpaduan antara kepercayaan lokal, Hindu-Buddha, dan Islam, sehingga menjadi seni yang kaya nilai spiritual bagi masyarakat Jawa Timur.
Reog Ponorogo
Reog Ponorogo merupakan kebudayaan yang berasal dari Ponorogo Jawa Timur. Tarian Reog merupakan seni pertunjukan yang khas, dengan karakter utamanya, yaitu Singa Barong yang menari dan sebagai lambang kekuatan dan wibawa. Selain itu, Reog Ponorogo juga melibatkan tokoh Warok dan Gemblak, yang merepresentasikan nilai-nilai kebersamaan dan keberanian. Kesenian ini awalnya berfungsi sebagai bentuk kritik sosial dan hiburan, tetapi seiring waktu Reog Ponorogo menjadi bagian dari budaya dan identitas masyarakat Ponorogo, serta dipercaya memiliki unsur magis yang kuat.
Wayang Kulit
Wayang kulit adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia yang menggunakan bayangan boneka dari kulit kerbau atau kambing yang diukir, dimainkan di balik layar dengan cahaya lampu untuk menghasilkan bayangan. Tokoh-tokoh dalam wayang diambil dari kisah epik Hindu seperti Mahabharata dan Ramayana, serta cerita lokal. Selain sebagai hiburan, wayang sarat dengan nilai moral dan ajaran hidup. Ketika Islam masuk ke Nusantara, Wali Songo, terutama Sunan Kalijaga, menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan memasukkan nilai-nilai Islam dan budi pekerti, termasuk kisah seperti Dewa Ruci yang mengajarkan pencarian hakikat Tuhan.
Adat Arak-arakan