Gejala alam berupa pergeseran lempeng bumi terbukti telah berdampak merubah titik koordinat lintang dan bujur. Sehubungan degan arah kiblat, gejala alam tersebut juga diyakini menyebabkan perubahan arah kiblat. Jika gejala alam ini terus menerus terjadi pergeseran, terlebih pola pergeseran yang tidak beraturan, tentu saja gejela alam ini akan memberi sentuhan beda pada arah hadap bangunan masjid yang semakin tidak beraturan.
Dua konsekwensi yang biasa dilakukan para pemilik/jamaah masjid adalah merenovasi masid dan merubah arah hadap jamaah sholat. Konsekwensi pertama biasanya perlu menghabiskan biaya untuk renovasi fisik bangunan. Nilai material yang cukup mahal sekaligus mengganggu kegiatan ibadah di masjid. Adapun konsekwensi kedua adalah merubah barisan jamaah sholat yang biasanya terkesan tidak estetik karena isi berlawanan dengan ruang.
Perihal menyikapi gejala alam di atas, kiranya perlu menghadirkan pola ruang masjid yang toleran (adaptif) dengan gejala alam. Tentu saja pola yang ditawarkan hanyalah sebatas memberi alternatif agar dua konsekwensi di atas tidak membebani jamaah masjid di kemudian. Masjid harusnya dibangun sekali saja. Masjid juga harusnya memberi nuansa estetik tinggi. Dengan demikian, masjid akan menjadi bejana inspirasi sosial yang mapan.
Namun tren perilaku pengikut masjid dalam membangun tempat ibadah pada hari ini umumnya boros akan material. Beragam bahan-bahan bangunan yang sarat dengan kemahalan dimasukkan begitu saja di masjid. Biasanya, para pengikut yakin bahwa dengan membangun masjid akan masuk surga, karena membangun masjid sama dengan membangun Rumah Tuhan (!). Namun sayangnya, Tuhan tidak butuh rumah. Tafsir membangun Rumah Tuhan perlu kiranya dikoreksi ulang dengan menitik beratkan pada kualitas perilaku ibadah, bukan melakukan renovasi berulang-ulang yang menghabiskan dana jamaah.
Bangunan masjid dan perilaku ibadah di masjid hendaknya toleran (adaptif) dengan gejala dan keadaan alam dan sosial. Masjid yang telah disepakati secara kolektif sebagai pusat derma dan ibadah, hendaknya jamaah mampu menginterpretasikan kesepakatan di atas dengan mencoba mengembangkan peranan masjid di bidang edukasi, pendampingan masalah sosial, hingga pelestarian lingkungan. Pundi-pundi amal yang terkumpul jangan hanya terkungkung pada bejana kubah saja. Menyalurkan kotak amal yang surplus ke bidang-bidang diatas, akan menjadi elok dikemudian. Jika masjid berani mengembangkan hal tersebut, masjid tidak akan sepi dengan pengikut. Namun perlu diingat, masjid jangan sekali-kali digunakan media untuk politik partai. Karena masjid itu berbeda dengan partai. Masjid juga jangan sekali-kali disumbang dan dikelola oleh partai. Masjid memiliki konsekwensi sendiri. Dan partai memiliki konsekwensi sendiri.
Kembali pada konsekwensi renovasi fisik arah kiblat masjid serta merubah barisan sholat yang melawan tata ruang kiblat masjid, alangkah bijaksana dan arif tatkala bangunan masjid didesain sedemikian rupa yang toleran dengan gejala alam. Bangunan masjid bundar merupakan alternatif untuk menyesuaikan ketika ada pergeseran lempeng bumi yang merubah titik koordinat lintang dan bujur dengan berdampak pada arah kiblat yang tidak sesuai dengan ruang arah imam sholat. Jika sewaktu-waktu terjadi pergeseran lempeng masjid, yang dirumab tidaklah bangunan masjid atau barisan sholat yang tidak estetik. Dengan masjid bundar, ketika terjadi perubahan arah kiblat, jamaah sholat hanya menyesuaikan barisan jamaahnya, namun tetap estetik pandangannya.
Secara perencanaan bangunan masjid, hendaknya dibangun mirip dengan bentuk kubah yang identik dengan bentuk bundar. Para arsitek dan ahli bangunan sudah saatnya perlu menuangkan derma pikiran dalam mendesain masjid bundar.
Semoga wacana bangunan masjid bundar di Indonesia ini semakin mempertajam etika toleransi dalam membangun masjid dengan etika lingkungan yang ramah lingkungan alam dan sosial.
Pamotan, 07 Mei 2013
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI