A. Yani/Achmad Yani atau kerap dikenal Jenderal Ahmad Yani dengan menyandang status Jenderal TNI yang berpangkat (Anumerta). Jenderal Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Jenar Kota Purworejo Jawa Tengah (Jateng).
Beliau adalah anak pertama dari sepasang suami istri sederhana yaitu Sardjo bin Suhardjo (Ayah) dan Murtini (Ibu).
Ayah Ahmad Yani bekerja dengan keluarga Jand
Hulstijn (orang Belanda) sebagai supir sedangkan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT). Ahmad Yani terlahir dari keluarga yang sederhana, namun beliau memiliki ketertarikan di dunia militer dan yakin dengan bakat yang dimiliki sejak kecil.
Ahmad Yani menempuh pendidikan pertama, pendidikan sekolah dasar (SD) di Hollandsch Inlandsche School (HIS) pada tahun 1928 di Kota Bogor. Pada tahun 1935, melanjutkan pendidikannya setara SMP di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Kota Bogor. Ahmad Yani menempuh pendidikan setara SMA di Algemeene
Middelbare School-B (AMS) di Kota Jakarta pada tahun 1938.
Pendidikan di AMS-B hanya berlangsung selama 2 tahun karena Ahmad Yani lebih tertarik dengan dunia militer. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, mengeluarkan himbuan untuk anak muda turut terlibat dalam pembelaan wilayah dari
serangan Jepang, dan beliau memilih bergabung pada pendidikan milisi Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) pada tahun 1940 angkatan ke-3.
Ahmad Yani melanjutkan pendidikan militernya di Aspurant Militan Topografie Dienst (Dinas Milisi Topografi KNIL) di Kota Magelang selama 6 bulan. Dengan tujuan menambah ilmu di bidang topografi, Ahmad Yani dikirim ke Kota Malang untuk menempuh pendidikan lanjutan selama 6 bulan lamanya.
Pada tahun 1941, Ahmad Yani juga mengikuti pendidikan Lerling Kadet Militent Dienst atau pendidikan yang berbasis kemiliteran di Kota Bogor selama 3 bulan. Selanjutnya, beliau menyandang status Sersan di Kota Bandung.
Pada tahun 1940, Ahmad Yani ikut terlibat dalam penyerangan Hindia Belanda terhadap Jepang di Kota Ciater Lembang. Hal itu merupakan pengalaman pertempuran pertama bagi Ahmad Yani. Penyerangan saat itu dimenangkan oleh
Jepang mutlak.
Dan di tahun 1942, Karena penyerangan tersebut mengakibatkan Tentara Jepang memantau dan menangkap Ahmad Yani karena terbukti menjadi salah satu pasukan Hindia Belanda. Ahmad Yani dibebaskan oleh Tentara Jepang dikarenakan ketahuan posisinya sebagai tentara pribumi. Setelah terbebas, Ahmad Yani mulai bergabung dengan Dinas Topografi Militer KNIL. Selain itu, Ahmad Yani juga tergabung dalam Pembela Tanah Air (PETA) pada tahun 1943 sebagai
penerjemah bahasa Belanda, Inggris bahkan Jepang. Ahmad Yani mengikuti berbagai
pelatihan militer di berbagai tempat, salah satunya yaitu pelatihan Heiho di Kota
Magelang dan pelatihan militer Shodancho (Komandan Kompi) di Kota Bogor.
Pada tahun 1944, perpindahan Ahmad Yani ke Kota Magelang dengan menyandang status
Komandan Seksi 1 Batalyon (Daidan) II Kota Magelang. Bandiah Yayuk Ruliyah Sutodiwiryo (Yayuk) merupakan guru ketik Ahmad
Yani. Setelah 3 bulan belajar mengetik untuk menunjang karirnya, Ahmad Yani jatuh cinta kepada Yayuk dan memutuskan menikahinya. Ahmad Yani menikah dengan Bandiah Yayuk Ruliyah Sutodiwiryo (Yayuk) di tahun 1944. Dari pernikahannya, beliau dikaruniai 8 orang anak diantaranya yaitu anak pertama bernama Indriyah Ruliati Yani, anak kedua bernama Herliah Emmy Yani sudah meninggal pada tahun
2007, anak ketiga bernama Amelia Yani, anak keempat bernama Elina Elastria, anak kelima bernama Widna Ani Yani, anak keenam bernama Reni Ina Yuliati, anak ketujuh bernama Untung Mufreni Yani, dan anak kedelapan bernama Irawan Sura Edi Yani.
Pada tahun 1945, Ahmad Yani diberikan status sebagai Komandan Militer Republik Indonesia (RI) karena keuletan, bakat serta ketelatenan yang dimiliki.
Sebagai bukti ketelatenan dalam memimpin Militer Republik Indonesia (RI), Ahmad Yani juga berhasil menghalau pasukan Inggris yang sudah memasuki wilayah Kota Magelang dengan dibantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di tanggal 21 November 1945.
Pada tanggal 01 Maret 1949, Ahmad Yani menghadapi serangan umum oleh
tentara Belanda. Ahmad Yani sebagai pemimpin Bridage IX dengan mendapatkan jatah wilayah dari Semarang Barat sampai Kedu Utara.
Pertempuran antara pasukan Inggris dengan pasukan Ahmad Yani (Pasukan Batalyon 4) yang terjadi di Daerah Banyubiru Ambarawa bulan Oktober di tahun 1945. Adanya peristiwa pertempuran ini dijadikan sebuah kenangan dalam Peristiwa Palagan Ambarawa. Pasukan yang dipimpin Ahmad Yani berhasil menyuruh mundur pasukan Inggris ke Kolonel Van Zanten. Pasukan yang dipimpin Ahmad Yani menyerahkan kedaulatan komandan pasukan Belanda, Ahmad Yani turun gunung dan
melakukan perjalanan kembali ke kota Purworejo di tahun 1949.
Puncak keberhasilan karir militer Jenderal Ahmad Yani yaitu pada tahun 1950 beliau sebagai Komandan Brigade yang turut terlibat dalam pemberontakan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yang pada saat itu sedang dipimpin oleh Kyai
Somalangu. Muncul pemberontakan dengan dibawah pimpinan Amir Fatah dari Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia atau (DI/TII) di tahun 1951 dan pada tahun selanjutnya (1952-1954) Ahmad Yani telah berhasil menumpas perlawanan dari DI/TII dengan pasukan Banteng Raiders. Selain itu, Ahmad Yani mengikuti pelatihan militer yang diadakan di Negara Amerika Serikat dan Negara Inggris selama 2 tahun (1955-1956). Pada tahun 1955-1956, Ahmad Yani dikirim untuk melanjutkan di
Sekolah Staf Umum dan Komando di Fort Leavenworth, Kansas dengan menduduki
posisi sebagai Asisten Logistik KSAD.