Ahmad Yani diangkat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ke-6 pada tanggal 23 Juni 1962 hingga 01 Oktober 1965 (akhir hayat)
dengan tujuan menggantikan posisi A.H. Nasution yang pada saat itu masih di bawah kepemimpinan Soekarno. Ahmad Yani menjabat di posisi tersebut hingga akhir hayatnya. Sempat mendapatkan ancaman yang akan datang kerumahnya, Ahmad Yani saat itu tidak mau menambahkan pasukan pengawal di kediamannya.
Pada malam tanggal 30 September 1965, rumah Ahmad Yani dikepung oleh Pasukan Pasopati
(berseragam Cakrawibawa) sekitar pukul 03.00-04.00 tanggal 01 Oktober 1965.
Sempat adu mulut, karena Ahmad Yani diperlakukan secara kurang ajar sehingga
terjadilah kegaduhan di kediaman Ahmad Yani. Ahmad Yani memberontak hinggatidak lama terdengar suara tembakan dari Sersan Gijadi tepat di depan Ahmad Yani.
Beliau tertembak dengan posisi masih didepan kamarnya dengan disaksikan anak-
anaknya. Setelah tertembak, Pasukan Pasopati menyeret tubuh Ahmad Yani keluar
rumah dan dilemparkan keatas truk. Anak-anak Ahmad Yani ingin menyusul
Ayahnya, namun pasukan tersebut bilang "kalian berani keluar, akan kami tembak"
sontak anak-anak Ahmad Yani tidak berani keluar rumah.
Selang kejadian tersebut, Istri Ahmad Yani tiba dirumah, dengan kondisi rumah yang berserakan serta bekas darah yang banyak. Yayuk menemui anak dan bertanya apa yang terjadi, sehingga
Yayuk histeris dan melarang kedua anak lelakinya untuk terjun kedunia militer (TNI).
Sedangkan setelah paksa membawa tubuh Ahmad Yani dari Kediamannya, Ahmad Yani dibawa ke suatu tempat (sumur) bernama Lubang Buaya di Daerah Pondok Gede Jakarta Timur. Tidak hanya jasad Ahmad Yani yang menjadi korban G30S/PKI, namun bersama 6 orang Perwira TNI selang 2 hari dari diletakkan jasad Ahmad Yani. Lubang Buaya (sumur) dengan kedalaman 12 meter dengan posisi atas tertutup.
Adanya peristiwa G30S/PKI, orang-orang tersebut mendapatkan gelar sebagai "Pahlawan Revolusi" hingga dikenal dan dikenang sampai sekarang. Pemberian gelar sesuai dengan keputusan presiden Nomor 111/KOTI/1965. Ahmad
Yani dinaikkan pangkatnya secara anumerta dari Letnan Jenderal menjadi Jenderal.
Jenderal Ahmad Yani dinyatakan wafat pada tanggal 01 Oktober 1965 posisi di Kota Jakarta. Tempat pemakaman yang berada di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata Jakarta.
Setelah adanya peristiwa tersebut, nama Jenderal Ahmad Yani dibuat untuk nama jalan di berbagai daerah sebagai suatu hal yang dikenang karena telah berjuang demi Indonesia. Tidak hanya itu, nama besar Jenderal Ahmad Yani juga diabadikan
dalam pemberian nama salah satu Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani yang berada di Kota Semarang. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 974 tanggal 26 Juni 2018 resmikan pemberian nama untuk Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani. Bahkan Bandar Udara Internasional Jenderal Ahmad Yani
mendapatkan Sertifikat SMK3 (tingkat lanjutan) berasal dari Kementerian Tenaga
Kerja (SMK3) Republik Indonesia (RI) karena menjadi bandara pertama yang mampu
melakukan pengurangan dalam kecelakaan kerja dan meminimalkan adanya risiko lainnya.
Dari perjuangan Jenderal Ahmad Yani bisa ditarik kesimpulan yaitu sosok yang penuh ketelatenan dan mau mencapai cita-citanya dengan gigih dan kerja keras, dengan upaya mengikuti pelatihan militer dimanapun untuk mengabdi dan rela
berkorban demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Jenderal Ahmad Yani hingga menghembuskan nafas terakhirnya juga untuk Indonesia. Selayaknya beliau dan para
Pahlawan yang telah gugur demi Negara Indonesia tercinta, kita sebagai penerus
Bangsa harus bisa menghargai dan mengenang perjuangan dengan bangga menjunjung jiwa nasionalisme dan patriotisme.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI