Lihat ke Halaman Asli

Bantengan Bocil Menapaki Jejak Leluhur

Diperbarui: 7 Juli 2025   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Properti Kepala Banteng pada pertunjukan Bantengan (sumber:dok pribadi)

Siapa dari kalian yang pernah melihat seni Bantengan? Jujur, saya sendiri belum pernah melihatnya secara langsung dan hanya melihat sekilas video dan foto-foto saja. Stigma negatif terlanjur melekat di seni pertunjukan lokal ini membuat saya enggan untuk melihatnya secara langsung . Banyak cerita tentang  ritual-ritual sebelum pertunjukan yang melibatkan minuman keras, jampi-jampi hingga mberot yaitu  kondisi dimana pemain Bantengan mengalami kondisi trance atau kesurupan yang menakutkan untuk sebagian orang.  Hal ini juga diperparah dengan masuknya sound horeg dan penari perempuan dengan pakaian seksi. Namun, sejak melihat langsung Bantengan Bocil di desa Bumiaji Kota Batu kemarin, saya jadi tertarik mengulik tentang kesenian lokal Jawa Timur ini

Apa itu Bantengan?

Ternyata asal usul seni Bantengan dipercaya telah ada sejak jaman kerajaan Singhasari dengan bukti pahatan di dinding Candi Jago yang dibangun pada abad 13. Seni pertunjukan tradisional yang menggabungkan tarian, musik dan mantra ini populer di wilayah Mojokerto, Malang dan Batu. Ada juga yang menyebutkan bahwa kesenian ini bisa ditemui di   daerah lereng Gunung Arjuno, lereng Gunung Kawi dan lereng Gunung Bromo. Di setiap wilayah itu, Bantengan menyesuaikan dengan lingkungannya berada sehingga berkembang dan memiliki keunikan masing-masing baik dari sisi alat pertunjukan, gamelan, musik ataupun urutan pertunjukan. Bisa disimpulkan bahwa Bantengan ini bersifat fleksibel dan pakemnya menyesuaikan kondisi.

 

Secara umum, Bantengan dimainkan oleh dua orang. Pemain pertama berperan sebagai kaki depan sambil memegang kepala Banteng dan pengontrol gerakan tari  dan pemain kedua  berperan sebagai kaki belakang dan ekor Banteng. Perlengkapan kostumnya berupa kepala Banteng yang  terbuat dari kayu dengan tanduk asli Kerbau atau Banteng atau bisa juga replika tanduk dari kayu dan dilengkapi kain hitam yang dibuat memanjang sebagai badan Banteng. Kedua pemain menari  diiringi musik khas Bantengan  dengan alat musik gong, kendang dan suling. Uniknya di acara Bantengan Bocil di Bumiaji, lagu-lagu yang dimainkan adalah lagu nasional dan lagu pop masa kini.

Bantengan secara filosofis adalah bentuk dari perjuangan akan kebebasan terhadap penguasa yang lalim baik di masa kerajaan maupun di masa kolonial. Sebagai pembuka acara ditampilkan  pertunjukan Pencak Dor yaitu keterampilan pencak silat dan ketangkasan . Lalu tampil seorang kesatria yang merupakan tokoh protagonis membawa masuk sosok Banteng yang menari. Biasanya sang Banteng ditemani beberapa hewan lain seperti Harimau dan Kera yang juga menampilkan tarian dan akrobatik sambil diiringi musik yang menggugah. Ketika Banteng telah masuk biasanya ada kejadian  trance yang diawasi oleh seorang yang memiliki "ilmu" dan menjaga kondisi pemain agar tidak keluar jalur. 

Bantengan Bangkit

Waktu berjalan dan seperti halnya hidup yang tak selalu mulus,  Bantengan pun mengalami pasang surut. Seperti di awal 2000-an hingga 2019  Bantengan tidak terlalu terdengar gaungnya  walaupun paguyuban Bantengan masih tetap eksis di beberapa tempat. Menurunnya minat masyarakat terhadap Bantengan menjadi keprihatinan beberapa seniman Bantengan di Kota Batu sehingga tercetuslah gagasan untuk mengadakan Festival Bantengan. Dan sebuah festival yang bertajuk Festival  1000 Banteng Nuswantoro pada bulan Agustus 2023 di Kota Batu menjadi poin penting bangkitnya Bantengan. Berkat antusiasme pengunjung dan paguyuban Bantengan, festival ini menjadi acara tahunan yang dilaksanakan pada bulan Agustus.  Dan festival serupa mulai diadakan di kota-kota sekitar.

Pelatih Bantengan dan kostumnya (dok.ptibadi)

Dengan meningkatnya kepopuleran Bantengan maka semakin banyak pula anak-anak yang menggemari seni pertunjukan ini dan ikut menonton seni pertunjukan ini. Namun sayangnya di beberapa pertunjukan Bantengan disusupi oleh sound horeg yang  membawa perempuan-perempuan berbaju minim yang tentu tidak kids friendly. Perlahan inilah yang membuat stigma negatif semakin kuat bagi para orangtua  bahwa Bantengan itu harus dihindari dan tidak layak ditonton.

Bantengan Bocil

Namun berbeda dengan Desa Sejahtera Astra Bumiaji, justru disini anak usia SD hingga SMP bisa mengekspresikan kesenian Bantengan tanpa kuatir di acara Bantengan Bocil pada 5 Juli 2025 lalu. Acara ini digagas oleh Anjani, seorang seniman batik motif Bantengan yang juga pemenang Apresiasi SATU Indonesia Award   2017, yang concern dengan kesenian ini. Menurutnya, Bantengan perlu regenerasi dan diperkenalkan sejak kecil agar tercipta bibit-bibit baru dan dikemas dengan kultur yang lebih ramah anak dan tidak ada kondisi trance atau kesurupan dalam pertunjukannya. Murni hanya sebagai kesenian tradisional tanpa mistik.

Personil Bantengan Bocil menanti giliran tampil (dok.pribadi)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline