Kucing dalam Kardus
Oleh Dikdik Sadikin
RABU SIANG itu, di pengujung April 2025, aku punya janji makan siang dengan beberapa teman lama di Juanda, Jakarta. Karena tempat pertemuannya di Rumah Makan Soto Sadi, di samping Stasiun Juanda, maka aku pilih naik KRL saja ketimbang bawa mobil. Berangkat dari Stasiun Bojong Gede tiba di Stasiun Juanda. Praktis. Hemat bensin. Tidak capek.
Tak ada yang istimewa di perjalanan pergi. Tapi pulangnya, ada sejumput cerita.
Usai makan siang bersama, sempat diantar untuk Shalat Dzuhur bersama di Masjid Cut Mutia. Ketika harus kembali dengan KRL dari stasiun terdekat yaitu Stasiun Gondangdia, baterai HP-ku habis. Mana power bank tidak kubawa. Masalahnya, dari stasiun ke rumah, aku biasa pakai ojek online. Tapi tanpa HP, semuanya lumpuh. Pilihan tersisa: ojek pangkalan. Aku tahu tarifnya lebih mahal. Tapi tak apa. Anggap saja sedekah kecil untuk mereka yang mungkin tidak punya SIM atau akses aplikasi, sehingga tidak bisa pindah ke online.
Sampai di stasiun Bojong Gede, di pintu keluar stasiun, seorang bapak tukang ojek menghampiri. "Dua puluh lima ribu, ya?"
Aku tawar, "Dua puluh ribu. Ojek Online cuma tiga belas ribu." Dia setuju.
Kami pun jalan. Lewat jalan kampung ya, kata Bapak Ojek. Aku mengangguk. Barangkali menghindari polisi di jalan raya, atau hanya lebih sepi.
Tapi sesuatu terasa janggal.
Di depan, di bawah setangnya, ada kardus besar. Ditekan-tekan pakai kakinya. Kadang dia menggeser, seolah ada yang bergerak di dalam. Lalu, ia berhenti di depan sebuah toko. Turun. Membetulkan posisi kardus itu.
Aku menoleh. Ada lubang di sisi kardus. Dan dari lubang itu, muncul... kepala seekor kucing!
Aku tercengang. Si bapak ojek membawa kucing. Di motor. Dalam kardus.