Menurut Peraturan Predisen Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan, Lembaga pembiayaan merupakan badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal, sedangkan Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiyaan konsumen dan/atau usaha kartu kredit.
Perbedaan antara Lembaga Pembiayaan dan Lembga Keuangan dilihat pada kegiataanya, lembaga pembiyaan fokus pada penyediaan dana dan barang modal, sedangkan Lembaga keuangan dapat memberikan dana, barang dan modal serta dapat menghimpun dana langsung dari masyarakat baik berupa deposit berjangka maupun tabungan hal ini biasanya dapat dilakukan oleh bank umum.
Masyarakat kelas menengah banyak menggunakan jasa Lembaga pembiayaan untuk melakukan pemodalan kerja atau membantu memberikan kredit untuk usaha UMKM, hal ini dikarenakan syarat yang diberikan oleh Lembaga pembiayaan tentunya tidak sekomplek yang diberikan oleh bank. Salah satu Lembaga yang sering digunakan oleh masyarakat ialah Sewa Guna usaha atau biasa kita kenal dengan sebutan leasing. Sewa Guna Usaha (leasing) suatu kegiatan pembiayaan kepada Perusahaan/Perorangan dalam bentuk pembiayaan barang modal (Martono, 2004). Perbedaan Sewa Guna Usaha (leasing) dengan lembaga pembiayaan yang lain ialah pihak lessor (pemberi jasa/biaya) hanya bertindak sebatas pembiyaan barang modal yang diperlukan oleh pihak lessee (penerima jasa/biaya). Namun pada prakteknya pihak Lessor hanya menyerahkan berupa uang kepada lessee untuk kepentingan usahanya bukan sebagai pemegang saham apabila pihak lessee adalah badan hukum.
Proses pemberian modal dilakukan dengan ketentuann hukum maksudnya harus ada perjanjian tertulis antara pihak lessor dan lessee, perjanjian tersebut bisa dibuat dihadapan pejabat yang berwemnang (Notaris) atau bisa dengan dibawah tangan yang dilengkapi dengan materai oleh para pihak, yang kemudian diikuti dengan pembebanan jaminan fidusia oleh para pihak kemudian mendaftarkan fidusia tersebut di Kementrian Hukum. Hal ini juga selaras dengan Pasal 11 Undang Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999.
Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang Undang Jaminan Fidusia menyebutkan "Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap" sedangkan ayat 3 menyebutkan "Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri" penjelasan dari pasal tersebut yakni ayat 2 menjelaskan bahwsanya kekuatan eksekutorial yang ada pada sertifikat jaminan fidusia memikik kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan dan mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Penjelasan ayat 3 kemudahan eksekusi jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi maka kreditur dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan sertifikat fidusia yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan.
Masalah yang sering timbul di masyarakt ialah seringkali kreditur menarik paksa objek jaminan fidusia secara paksa atau tak jarang juga dengan menggunakan jasa penagih hutang (debt collector) apabila debitur wanprestasi, tentunya hal ini berlandaskan pada Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang Undang jaminan Fidusia. Kreditur mengganggap apabila debitur wanprestasi berdasarkan perjanjian yang mereka sepakati, maka kreditur bisa menarik objek jaminan tersebut dan bisa mengeksekusi jamian tersbut dengan kekuasaan kreditur.
Seperti pada kasus Putusan Nomor 147/Pdt.G.2020/PN.PBr dalam perkara ini pihak kreditur menarik objek jaminan fidusia debitur yang mana pihak debitur wanprestasi, dan setelah penarikan dilangsungkan kreditur melakukan pelelangan dengan menggunakan jasa Pejabat Lelang Kelas II yang kemudian uang hasil dari pelelangan tersebut digunakan untuk melakukan pelunasan sisa hutang dari debitur.
Pelaksaan sita oleh kreditur tersebut selaras dengan Pasal 15 Undang Undang Jaminan Fidusia, namun tidak selaras dengan Putusan Mahkama Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, adanya putusan Mahkama Konstitusi ini adalah bentuk pengujian terhadap Pasal 15 Undang Undang Jaminan Fidusia di satu sisi benar bahwa adanya pasal 15 ayat 2 dan 3 memberikan kepastian hukum kepada kreditur yakni dapat menjual objek jaminan apabila debitur wanpestasi, adanya Putusan Makhkama Konstitusi dilakukan pengujian pada frasa bahwa "kekuatan eksekutorial" dan frasa "sama dengan putusan pengadilan". Frasa tersebut menegaskan bahwa kreditur dapat melakukan eksekusi terhadap objek jaminan apabila debitur wanprestasi dan mekanisme tersebut dapat dilakukan tanpa harus melakukan prosedur hukum dengan mengambil objek jaminan tersebut dari debitur. Makna dari frasa ini tentunya menimbulkan kesewenangan wenangan dari pihak kreditur terhadap debitur yang wanprestasi, kemudian frasa "kekuatan eksekutorial" dan "sama dengan putusan pengadilan" dapat dipahami bahwa apakah dengan terjadinya wanprestasi mekanisme pengeksekusiannnya sama dengan mekanisme pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Melihat dari frasa tersebut seharusnya frasa "sama dengan putusan pengadilan" frasa ini pada prakteknya dijalankan sesuai dengan bagaimana proses mekanisme eksekusi yang ada di pengadilan. Frasa "kekuatan eksekutorial" dan "sama dengan putusan pengadilan" apakah sertifikat jaminan fidusia mengenyampingkan putusan pengadilan terhadap perjanjian turunan dan perjanjian pokoknya meskipun belum memiliki hukum yang memngikat.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan merujuk pada Putusan Mahkama Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 apabila terjadi wanprestasi yang dilakukan debitur maka:
- Pihak kreditur harus melakukan pemberitahuan kepada kreditur apabila ada ada kendala pembayaran
- Apabila terjadi wanprestasi kreditur boleh melakukan eksekusi terhadap objek fudusia dari kekuasaan debitur apabila telah ada kesepekatan bersama tentang wanprestasi tersebuty dan kesukarelaan debitur untuk menyerahkan objek fidusia tersebut.
- Apabila debitur keberatan untuk menyerahkan objek fidusia, maka kreditur menjalankan proses pelaksanaan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan dalam artian pihak kreditur meminta penetapan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI