Lihat ke Halaman Asli

Lebih Mengenal Megawati, si Anak Presiden

Diperbarui: 12 Januari 2019   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Wajah Soekarno saya kenal melalui dua poster besar yang dibingkai alm Bapak di ruang keluarga. Kegagahannya dengan ciri peci hitam yang melekat di kepala membuat ketampanannya semakin mempesona. Sebagai anak bau kencur saya sudah tahu karakter 'laki' hanya dari melihat gambar dua dimensi tokoh Proklamator ini. Dan, di usia 10 tahun saat itu, lelaki yang membuat saya jatuh cinta setelah bapak nyatanya adalah beliau. Bung Karno. 

Sejalan dengan waktu, dari buku-buku yang bergeletakan di meja, yang dibaca bapak kala senggang, membuat saya semakin mengenal Soekarno. Selain ketampanan dan kegagahannya saya menemukan banyak prinsip hidupnya yang sangat kuat dan perlu diteladani. Kharismanya yang kuat sebagai pemimpin negara belum ada yang menyamainya. 

Beliau sejajar dengan pemimpin dunia seperti Fidel Castro, Nelson Mandela, JF. Kennedy, Mao Tse Tung, Gamal Abdul Naseer, dan Jawaharlal Nehru. Akan tetapi, air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga. Megawati rupanya menuruni bakat politik ayahnya. Meskipun ia melanggar janji untuk tidak bermain politik tapi kita lihat bagaimana kiprahnya di kancah politik saat ini. 

Megawati dikenal sebagai presiden ke-lima di Indonesia menggantikan Gus Dur. Suka tidak suka beliau adalah satu-satunya presiden perempuan yang merangkap sebagai ketua umum Partai PDI Perjuangan. Bisa kita bayangkan bagaimana complicatednya sistem dan tatanan yang harus dijaga agar tetap dalam relnya. 

Terkait dengan rangkap jabatan ibu Mega, dalam sesi diskusi peringatan HUT PDI Perjuangan ke-46 di Kantor PDI Perjuangan 5 Januari 2019 silam, Dr. Ahmad Basarah selaku Wasekjend PDIP menceritakan kalau tanda tangan yang digunakan Megawati berlainan. Sebagai presiden ibu Mega menorehkan nama "megasoekarnop" sedangkan sebagai ketua umum partai PDI Perjuangan beliau menorehkan nama "mtaufik". Alasan beliau sederhana. Sebagai presiden, amanah yang diembannya berat karena di sana ada harapan 264 juta rakyat Indonesia. Sedangkan sebagai ketua umum partai tidak seberat itu. "Berapa sih jumlah anggota partai dibandingkan jumlah total rakyat Indonesia?" tanyanya. 

Adalagi sekelumit cerita menarik dari ibu Mega di waktu kecil. Sebagaimana kita tau dia adalah anak presiden. Benar-benar anak presiden. Dia lahir ketika Soekarno diasingkan di Bangka. Dia bukan seperti mba Tutut yang besar setelah bapaknya menjabat jadi presiden. Ibu Mega justru di masa kecilnya mengalami banyak intimidasi yang justru hikmahnya sekarang membuat beliau jadi semakin kuat bak baja. Saya tidak dapat membayangkan perasaan ibu Mega kecil saat mengantarkan rantang lauk pauk untuk ayahnya yang dibuang dan dipenjara oleh pemerintah baru. Mata saya basah membayangkan masakan yang dibuat penuh cinta oleh ibunya diacak-acak dengan cara ditusuk-tusuk oleh ujung bayonet dulu sebelum diberikan untuk bapaknya. 

Megawati juga tidak tamat kuliah di perguruan tinggi. Bukan karena ia tidak mampu tapi karena 'kondisi' saat itu memaksa Megawati tidak meneruskan kuliahnya. Tekanan-tekanan seperti itu terus berlangsung. Bahkan kematian suami pertamanya yang tragis juga menimbulkan pertanyaan meskipun tidak ingin melepaskan dari takdir. Koq ga uwis-uwis peribahasanya. Ga habis-habis rasanya 'tekanan' untuk ibu Mega. 

Kala itu suaminya yang juga tentara TNI AU bersama tujuh orang awak mengalami kecelakaan pesawat. Pesawat yang dikendalikannya terhempas di perairan laut Papua dan yang tersisa hanya serpihan puing pesawat. Jasadnya pun tak diketemukan. Suaminya hilang tanpa jejak. Masya Allah. 

Tekanan demi tekanan yang terus menghampirinya akhirnya membuat Mega memberontak. Dia tidak lagi mau menerima saat ada upaya pendongkelan dirinya sebagai Ketua Umum PDI. Secara aklamasi beliau terpilih sebagai ketua Umum PDI dalam Kongres Luar Biasa di Surabaya tahun 93 silam tapi dalam kongres PDI di Medan tahun 96 koq justru digantikan Suryadi. Tekanan dan ancaman yang berujung terjadinya perebutan kantor PDI di jalan Diponegoro menyebabkan banyak jatuhnya korban, kerusakan gedung dan hancurnya mobil. 

Kini, setelah 22 tahun berlalu tanpa kejelasan tak pernah ada upaya serius mengungkap kasus kerusuhan tersebut. Namun sudahlah, kita tunggu saja kelanjutannya. Akan tetapi ada satu hal mengenai sosoknya yang membuat saya jatuh hati. Semakin mengenal sosok Megawati dan tempaan yang dialaminya berpuluh-puluh tahun membuat saya semakin mengagumi sosok ini. Mungkin bapak saya menyematkan nama Diah untuk saya karena meniru nama panjang Mega yakni Diah Permata Megawati Setiawati Sukarnoputri ya? Entahlah heheh.. 

 ***

** Tulisan ini tayang juga di Pepnews.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline