Mohon tunggu...
Gregorius Riby Nainggolan
Gregorius Riby Nainggolan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - SMA Kolese Kanisius

Hobi saya adalah belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kapitalisasi Edukasi: Realita Pahit Pendidikan Indonesia

18 Mei 2024   21:55 Diperbarui: 18 Mei 2024   21:55 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kapitalisasi pendidikan di Indonesia sudah menjadi fenomena yang membentuk jurang lebar antara berbagai lapisan masyarakat, baik secara ekonomi maupun budaya. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak dasar setiap manusia, lebih sering dipandang sebagai komoditas yang hanya bisa diakses oleh mereka yang datang dari latar berkecukupan. Realita pahit ini gak hanya menghambat pemerataan pendidikan, tetapi juga membawa dampak serius bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Seiring waktu, banyak pihak yang memakai hak pendidikan sebagai alat untuk meningkatkan harta mereka. Ini bisa dilihat dari kenaikan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) dan biaya pungutan yang bahkan tidak ada hubungan dengan edukasi sekalipun.

Biaya pendidikan di Indonesia, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, terus mengalami kenaikan. Sekolah-sekolah negeri yang semestinya memberi akses pendidikan murah atau bahkan gratis, seringkali masih membebankan biaya tambahan yang berat bagi orang tua siswa. Kondisi ini semakin parah dengan adanya sekolah-sekolah swasta yang memiliki biaya pendidikan jauh lebih tinggi, meskipun mereka menawarkan kualitas yangtidak sebanding dengan harga yang harus dibayar.

Perguruan tinggi, terutama yang berstatus negeri sekalipun, tidak luput dari kapitalisasi ini. Dengan penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang seringkali masih dirasa mahal oleh banyak keluarga, pendidikan tinggi jadi sesuatu yang sulit dijangkau bagi masyarakat miskin. Banyak perguruan tinggi yang menawarkan program-program unggulan dengan biaya yang lebih tinggi, membuat pendidikan menjadi eksklusif bagi mereka yang datang dari latar belakang mampu saja.

Konsekuensi dari kapitalisasi ini sangat nyata dan dirasakan oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Anak-anak dari keluarga kurang mampu seringkali terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena orang tua mereka tidak sanggup membayar biaya pendidikan. Hal ini menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputus, karena tanpa pendidikan yang memadai, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak pun jadi sangat terbatas.

Selain itu, kualitas pendidikan yang diterima oleh siswa dari latar belakang ekonomi rendah seringkali tidak setara dengan mereka yang berasal dari keluarga mampu. Sekolah-sekolah di daerah terpencil atau kurang berkembang sering kekurangan fasilitas, tenaga pengajar berkualitas, dan sumber daya pendidikan lainnya. Hal ini membuat kesenjangan dalam hasil belajar dan keterampilan, yang pada akhirnya mempengaruhi daya saing mereka di pasar kerja.


Kapitalisasi pendidikan di Indonesia adalah tantangan besar yang harus dihadapi secara serius oleh pemerintah dan masyarakat. Pendidikan yang berkualitas dan merata adalah kunci bagi kemajuan bangsa, dan tanpa upaya yang sungguh untuk mengatasi masalah ini, kesenjangan sosial dan ekonomi akan semakin melebar. Diperlukan komitmen yang kuat dan langkah-langkah konkret buat memastikan bahwa setiap anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang ekonomi, punya kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik melalui pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun